Pendekatan Dan Pembelajaran scientific Terhadap
Peserta Didik
Oleh : Muhammad Yusuf
Pengertian Pendekatan Scientific Proses pembelajaran dapat dipadankan
dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi
pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan
ilmiah atau pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam
pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan
penalaran deduktif (deductivereasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena
umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.Sebaliknya, penalaran
induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik
simpulan secara keseluruhan.Sejatinya, penalaran induktif menempatkan
bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah
umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk
kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik
investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh
pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk
dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada
bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan
prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.Karena itu, metode ilmiah umumnya
memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen,
mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji
hipotesis.
Pembelajaran scientific merupakan pembelajaran yang mengadopsi
langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.
Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya
kecapakan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan
berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989).
Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah mampu menghasilkan kemampuan
untuk belajar (Joice & Weil, 1996), bukan saja diperolehnya sejumlah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah
bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh peserta didik
(Zamroni, 2000 & Semiawan, 1998).
Pembelajaran scientific tidak hanya memandang hasil belajar sebagai
muara akhir, namun proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena
itu pembelajaran scientific menekankan pada keterampilan proses. Model
pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model
pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem
penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991).
Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan daripada transfer
pengetahuan, peserta didik dipandang sebagai subjek belajar yang perlu
dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang
fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar. Dalam model
ini peserta didik diajak untuk melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan
dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains sebagaimana
dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah
(Nur, 1998), dengan demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri
berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk
kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan
keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan, dan mengembangkan
sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan (Semiawan, 1992). Model
ini juga tercakup penemuan makna (meanings), organisasi, dan struktur dari ide
atau gagasan, sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana
mengorganisasikan dan melakukan penelitian. Pembelajaran berbasis keterampilan
proses sains menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri
(discover) pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum,
prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi
berkembangnya keterampilan berpirkir tingkat tinggi (Houston, 1988). Dengan
demikian peserta didik lebih diberdayakan sebagai subjek belajar yang harus
berperan aktif dalam memburu informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru
lebih berperan sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran. Model
pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun kompetensi
dasar hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sains, sikap ilmiah,
dan proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan proses sains
pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic learning tools)
yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap individu
dalam mengembangkan diri (Chain dan Evans, 1990). Pendekatan scientific atau
ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran untuk memfasilitasi
siswa agar mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan prosedur yang
didasarkan pada suatu metode ilmiah (Kemdikbud, 2013).
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga
ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran
berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
tentang ‘bagaimana’. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’. Hasil akhirnya adalah
peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang
baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan
pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang
meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah
(scientific appoach) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali
informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau
informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis,
menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Kriteria Pembelajaran
Pendekatan Scientific Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan scientific
(pendekatan ilmiah) harus dipandu dengan kaida-kaidah pendekatan ilmiah.
Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan,
pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses
pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip,
atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria
seperti berikut ini. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta
atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu;
bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. Penjelasan
guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas
dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis. Mendorong dan menginspirasi peserta didik
berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi
atau materi pembelajaran. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu
memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan
objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. Berbasis pada
konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung-jawabkan. Tujuan
pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem
penyajiannya.
Langkah-langkah Pendekatan Scientific Menurut Permendikbud no. 81 A
Tahun 2013 lampiran IV tentang Pedoman Umum Pembelajaran dinyatakan bahwa
Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1. Mengamati Kegiatan belajar yang
dilakukan dalam proses mengamati adalah: membaca, mendengar, menyimak, melihat
(tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah: melatih
kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. Metode mengamati mengutamakan
kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini
memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara
nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu
saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu
persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak
terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Metode mengamati
sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses
pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta
didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan
materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Kegiatan mengamati dalam
pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
Menentukan objek apa yang akan diobservasi Membuat pedoman observasi sesuai
dengan lingkup objek yang akan diobservasi Menentukan secara jelas
data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder Menentukan di
mana tempat objek yang akan diobservasi Menentukan secara jelas bagaimana
observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat
tulis lainnya. Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika
peserta didik dan guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan
alat-alat lain, seperti (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1)
kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (2) film atau video,
untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (3) alat-alat lain
sesuai dengan keperluan. Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan
dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang
(rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat
mekanikal (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang
berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi.
Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut
tingkatannya. Catatan anekdotalberupa catatan yang dibuat oleh peserta didik
dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek
atau objek yang diobservasi.
2. Menanya Kegiatan belajar menanya
dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak
dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi
tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah
mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan
untuk membentuk pikiran kritis yang perluuntuk hidup cerdas dan belajar
sepanjang hayat. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat
tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya
menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri
kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimay
efektif!
3. Mengumpulkan
informasi/ Eksperimen (Mencoba) Mengumpulkan informasi/ eksperimen kegiatan
pembelajarannya antara lain: melakukan eksperimen; membaca sumber lain selain
buku teks; mengamati objek/ kejadian/aktivitas; dan wawancara dengan
narasumber. Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpulkan informasi/
eksperimen adalah Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat
orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan
informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan
belajar dan belajar sepanjang hayat. Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata
atau autentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk
materi atau substansi yang sesuai. Peserta didik pun harus memiliki
keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta
mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Agar pelaksanaan percobaan dapat
berjalan lancar (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan
dilaksanakan murid, (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang
dipergunakan, (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu, (4) Guru menyediakan
kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid, (5) Guru membicarakan masalah
yanga akan yang akan dijadikan eksperimen, (6) Membagi kertas kerja kepada
murid, (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru
mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu
didiskusikan secara klasikal.
4. Mengasosiasi/ Mengolah informasi
Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengasosiasi / mengolah informasi
sebagai berikut. mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari
hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki
pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kompetensi yang
dikembangkan dalam proses mengasosiasi/ mengolah inofrmasi adalah Mengembangkan
sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan
prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Dalam kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi terdapat kegiatan menalar.
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah
yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta
didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi
peserta didik harus lebih aktif daripada guru.Penalaran adalah proses berfikir
yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan
penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak
bermanfaat.Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan
merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar
atau penalaran.Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran
pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar
asosiasi atau pembelajaran asosiatif.Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam
peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Bagaimana
aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas
pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan
dengan cara berikut ini. Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang
sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum. Guru tidak banyak menerapkan
metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi
singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun
dengan cara simulasi. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis,
dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks
(persyaratan tinggi). Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat
diukur dan diamati Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan atau pelaziman. Evaluasi atau penilaian didasari atas
perilaku yang nyata atau otentik. Guru mencatat semua kemajuan peserta didik
untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
5. Mengomunikasikan Kegiatan belajar
mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan
hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetesi yang
dikembangkan dalam tahapan mengkomunikasikan adalah Mengembangkan sikap jujur,
teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan
singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Dalam kegiatan mengkomunikasikan dapat dilakukan pembelajaran kolaboratif.Pembelajaran
kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik
pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat
interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerja sama
sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk
memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Pada pembelajaran
kolaboratif kewenangan guru dan fungsi guru lebih bersifat direktif atau
manajer belajar.Sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif.Jika
pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, ia
menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau
berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta
didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan
atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman
sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar
secara bersama-sama.
Pendekatan scientific atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Kriteria pembelajaran ilmiah yaitu : Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung-jawabkan. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya. Langkah-langkah pendekatan scientific adalah sebagai berikut : Mengamati, Menanya Mengumpulkan informasi Menalar/Mengasosiasi Mengomunikasikan.
1. Memfasilitasis peserta didik bagi pemenuhan
rasa ingin tahu peserta didik, dan peserta didik dapat menemukan fakta bahwa
ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang
digunakan oleh guru.
2. Peserta didik diharapkan dapat menyajikan media
obyek secara nyata,
3. Dalam prosesnya, peserta didik seringkali acuh
tak acuh terhadap fenomena alam.
- Motivasi peserta didik
rendah,
4. Memerlukan waktu persiapan yang lama dan
matang, biaya dan tenaga relatif banyak
Jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Melalui
tahap-tahap berikut ini:
a. Menanya - Bertanya, membuat peserta
didik proaktif dalam mencari pembuktian atas penalarannya. Hal ini memicu
mereka untuk bertindak lebih jauh ke arah positif seperti keinginan yang tinggi
untuk membuktikan jawaban atas pertanyaannya.
1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan
perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk
aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik
sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan
pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam
berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis,
dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam
berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan
menarik simpulan.
7) Menumbuhkan sikap keterbukaan untuk saling
memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta
mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan
cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan
membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
10) Jenis pertanyaan kadang tidak relevan.
11) Kualitas pertanyaan peserta didik masih rendah.
12) Kemampuan awal menjadi tolak ukur peserta didik
untuk bertanya sehingga intensitas bertanya dalam kelas sangat bergantung pada
kemampuan awal yang didapat dari jenjang atau materi sebelumnya.
13) Tidak semua peserta didik memiliki keberanian
untuk bertanya.
14) Terkadang peserta didik beranggapan bahwa
bertanya berarti cenderung tidak pintar Mengumpul-kan informasi Melatih siswa
mencari tahu informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber yang ada yang
berkaitan dengan masalah/materi
15) Peserta didik terkadang menemukan
informasi yang tidak berhubungan dengan materi
16) Peserta didik terkadang malas untuk mencari informasi
karena sudah terbiasa mendapatkan informasi langsung oleh guru
17) Keterbatasan media/sumber informasi, misalnya
tidak ada jaringan internet di lingkungan siswa.
b. Menalar/ Mengasosiasi
Melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1) Melatih siswa untuk mengkaitkan hubungan sebab-akibat
2) Merangsang peserta didik untuk berfikir tentang
kemungkinan kebenaran dari sebuah teori.
3) Peserta didik terkadang malas untuk menalar
sesuatu karena sudah terbiasa mendapatkan informasi langsung oleh guru.
c. Mengkomunikasikan
Melalui tahap-tahap sebagi berikut:
1) Peserta didik dilatih untuk dapat bertanggung
jawab atas hasil temuanny
2) Peserta didik diharuskan membuat/menyusun ide
gagasannya secara terstruktur agar mudah disampaikan
3) Tidak semua peserta didik berani menyampaikan
ide gagasan atau hasil penemuannya
4) Tidak semua peserta didik pandai dalam
menyampaikan informasi
Kemdikbud. (2013). Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi
Permendikbud nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SMP/MTs.
Jakarta: Kemdikbud
Khasanah,
Umi (2014) , Penerapan Pendekatan Scientifik dalam Pembelajaran didapat
dari http://umikhasanah49.blogspot.com/2014/05/bab-i-pendahuluan-1.html
Zamroni. (2000). Paradigma pendidikan masa
depan. Yogyakarta: Bigraf
Publishing.
No comments:
Post a Comment