Saturday, October 1, 2016

Makalah Cidera Olahraga Pada Cabor Bulutangkis



BAB I
PENDAHULUAN


RUMUSAN MASALAH

1.      CEDERA OLAHRAGA?
2.      TINGKATAN CEDERA OLAHRAGA?
o   Klasifikasi Cedera
o   Strain dan Sprain
3.      CEDERA PADA PERMAINAN BULUTANGKIS?
4.      PENCEGAHAN CEDERA?

TUJUAN

Ø Menjelaskan pengertian cedera.
Ø Mengenal secara mendalam tentang tingkatan cedera olahraga.
Ø Dapat  menjelaskan penyebab dan pencegahan pada cedera olahraga pada cabor bulutangkis.
Ø Mampu menyampaikan informasi dan menunjukkan tata cara memberikan demonstrasi perawatan dan penanganan cedera olahraga pada cedera permainan bulutangkis.
















BAB II
PEMBAHASAN

CEDERA OLAHRAGA
Sport Injuries ialah segala macam  cidera yang timbul, baik pada waktu latihan maupun pada waktu berolahraga (pertandingan) ataupun sesudahnya, dan tulang, otot, tendon, serta ligamentum. Olahraga bertujuan untuk menyehatkan badan, memberi kebugaran jasmani selama cara-cara melakukannya sudah dalam kondisi yang benar. Apakah semua macam olahraga bisa menimbulkan cedera?, tentu ini tergantung dari macamnya olahraga, dari olahraga jalan santai, tenis  meja (pimpong), balapan (racing), tentu memberikan resiko yang berbeda.
Adapun pengertian cidera dapat diartikan sebagai suatu akibat daripada gaya-gaya yang yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk mengatasinya, gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama.
Seseorang melakukan olahraga dengan tujuan untuk mendapatkan kebugaran jasmani, kesehatan maupun kesenangan bahkan ada yang sekedar hobby,sedang atlet baik amatir dan profesional selalu berusaham  mencapai prestasi sekurang-kuragnya utuk menjadi juara tidak menutup kemungkinan akan mengalami cidera. Namun adapun beberapa faktor yang mempunyai peran perlu diperhatikan agar dapat memperkecil cidera antara lain:
1.      Usia Kesehatan Kebugaran
Menurut pengetahuan yang ada pada saat ini, apa yang disebut proses digenerasi mulai berlangung pada usia 30  tahun, dan fungsi tubuh akan berkurang 1% pertahun (Rule of One), ini berarti bahwa kekuatan dan kelentukan jaringan akan mulai berkurang akibat proses degenerasi, selain itu jaringan jadi rentan terhadap trauma. Untuk mempertahankan kondisi agar tidak terjadi pengurangan fungsi tubuh akibat degenerasi, maka “exercise”/latihan sangat diperlukan guna mencegah timbulnya Atrofi, dengan demikian jelas bahwa usia memegang peranan.
2.      Jenis Kelamin
Sistem hormon dalam tubuh pria berbeda dengan wanita, demikian pula bentuk tubuh, mengingat perbedaan dan perubahan fisik, maka tidak semua jenis olahraga cocok untuk semua golongan, usia/jenis kelamin. Hal ini apabila dipaksakan, maka akan timbul cedera yang sifatnya pun juga tertentu untuk jenis olahraga tertentu.
3.      Jenis Olahraga
Kita tahu bahwa tiap macam olahraga; apapun jenisnya, mempunyai peraturan permainan tertentu dengan tujuan agar tidak menimbulkan cedera, peraturan tersebut merupakan salah satu upaya mencegahnya.
4.      Pengalaman Teknik Olahraga
Untuk melaksanakan olahraga yang baik agar tujuan tertentu tercapai perlupersiapan dan latihan antara lain:
-          Metode atau cara latihanya
-          Tekniknya agar tidak terjadi “over use
5.      Sarana/Fasilitas
Walaupun telah diusahakan dengan baik kemungkinan cedera masih mungkin timbul akibat sarana yang kurang memadai.
6.      Gizi
Olahraga memerlukan tenaga dan untuk itu perlu gizi yang baik, selain itu gizi menentukan kesehatan dan kebugaran.
Dalam ilmu kedokteran sangat jelas bahwa dengan olahraga yang teratur memegang peranan untuk memperoleh badan yang sehat, menghindari penyakit-penyakit seperti penyakit jantung, serta menunda proses-proses degeneratif yang tidak bisa dihindari oleh proses penuaan. Keadaan akan pentingnya serta keuntungan yang diakibatkan oleh olahraga adalah sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi sosial dan ekonomi bila kita menilai beragam olahraga, ada permainan-permainan tertentu yang yang bersifat kompetitif untuk dipertandingkan dimana masing-masing individu harus bisa mencapai prestasi maksimal untuk mencapai kemenangan, ini yang sering mengundang terjadinya cedera olahraga, namun dapat dihindari bila faktor-faktor penyebab serta peralatan olahraga tersebut diperhatikan.
Kegiatan olahraga sekarang ini benar-benar telah menjadikan bagian masyarakat kita, baik masyarakat atau golongan dengan sosial ekonomi yang rendah sampai yang lebih baik, telah menyadari kegunaan akan pentingnya latihan-latihan yang teratur untuk kesegaran dan kesehatan  jasmani dan rohani. Seperti apayang diungkapkan Hippocrates (460-377 S M), bila tiap individu memperoleh makanan yang cukup dan latihan yang cukup pula, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, kita akn memperoleh kesehatan dengan cara yang aman.
Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan bukan hanya olahraga prestasi/komkpetisi, tetapi juga olahraga untuk kebugaranjasmani secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi, tetapi juga member keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu kegiatan olahraga pada waktu ini semakin mendapat  perhatian yang luas.
Bersamaan dengan meningkatnya aktivitas olahraga tersebut, korban cedera olahraga terus bertambah. Amat disayangkan jika justru cedera olahraga tersebut, para pelaku olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi atau  kebugarannya.(Soemardiawan,2014:6-7)


TINGKATAN CEDERA OLAHRAGA

Didalam menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan seorang atlit untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu keprestasi sebelum cedera. Kita ketahui bahwa penyembuhan penyakit atau cedera memerlukan waktu penyembuhan yang secara alamiah tidak akan sama untuk semua/atau bermacam alat (organ) atau system jaringan di tubuh kita, selain itu juga penyembuhan juga tergantung dari derajat kerusakan yang diderita oleh jaringan, cepat lambat serta ketepatan penanggulangan secara dini.
Dengan demikian peranan seseorang yang berkecimpung dalam kedokteran olahraga perlu bekal pengetahuan mengenai penyembuhan luka serta cara memberikan terapi agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah, sehingga penyembuhan serta pemulihan fungsi, alat dan sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu singkat, uintuk mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan peningkatan prestasi sangat diperlukan, untuk mempertahankan kondisi jaringan yang cedera agar tidak terjadi pengecilan otot (atropi).
Agar selalu tepat dalam menangani kasus cedera maka sangat diperlukaan adanya pengetahuan atau tingkatan-tingkatan cedera, sehingga akan tepat dalam menangani dan penyembuhan pada seseorang cedera olahraga, adapun tingkatan tersebut adalah :

Klasifikasi Cedera Olahraga
1. Macam-macam cidera olahraga berdasarkan penyebabnya
a.       External violence adalah cidera yang timbul atau terjadi karena pengaruh atau sebab yang berasal dari luar
b.      Internal violence adalah cedera yang terjadi karena kesalahan koordinasi otot-otot dan sendi yang kurang sempurna sehingga menimbulkan gerakan-gerakan yang salah dan mengakibatkan cidera
c.    Over-use (pemakaian terus-menerus/terlalu lelah cidera ini timbul karena pemakaian otot yang berlebihan atau terlalu lelah.
2. Macam-Macam Cidera Olahraga Berdasarkan Berat Dan Ringannya
a.    Cidera ringaan ialah cedera yang tidak diikuti kerusakan yang berarti  pada jaringan tubuh kita misalnya: kekakuan dan kelelahan otot.
b.    Cidera berat ialah cidera yang serius , dimana pada cidera tersebut kita jumpai padanya kerusakan jaringan pada tubuh kita misalnya: robeknya pada otot patah tulang, ligamentum dan kriteria cidera berat
1)   Kehilangan substansi atau kontinuitas.
2)   Rusaknya atau robeknya pembuluh darah peradangan setempat ditandai dengan kalor = panas, rubor = merah, tumor = bengkak, dolor = nyeri, fungsi-olesi tidak dpt dipergunakan
3. Secara umum cedera olahraga diklasifikasikan menjadi 3 macam,yaitu :
1. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu penampilan atlit, misalnya : lecet/ lepuh, memar, sprain yang ringan.
2. Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata ; berpengaruh pada reformance atlet, keluhan bisa berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi tanda-tanda inplamsi misalnya : lebar otot, straing otot, tendon-tendon, robeknya ligamen (sprain grade II).
3. Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlet perlu penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin perlu tindakan bedah, terdapat pada robkan lengkap liamen (sprain gade III dan IV/sprain fracture) fraktur tulang.

B. STRAIN DAN SPRAIN
Strain dan sprain adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
1. Strain
Strain adalah menyangkut cedera otot atau tendon.
Strain dapat dibagi atas 3 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Strain tingkat ini tidak ada robekan, hanya terdapat kondisi inflamasi ringan,  meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot, pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlet, misalnya strain dari otot hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlet pelari jarak pendek/sprinter, atau pada baseball pitcher, yang cukup terganggu dengan strain otot-oto lengan atas meskipun hanya ringan karena dapat menurunkan endurance (daya tahannya)
Gambar 1. Cedera Hamstring
b. Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga mengurangi kekuatan.
c. Strain pada tingkat 3 ini sudah ada rupture yang lebih hebat sampai komplit, ini diperlukan tindakan bedah (repain) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.

2. Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligamen. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Cedera sprain tingkat 1 ini hanya terjadi robekan pada berupa serat ligamen, terdapat hematom kecil didalam ligament tidak ada gangguan fungsi.
b. Tingakat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi robekan lebih luas, tetapi minimal 50% masih baik. Hal ini sudah terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu, untuk benar-benar aman mungkin diperlukan waktu 4 bulan, seringkali terjadi para atlet memaksakan diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir, maka akibatnya akan timbul cedera baru lagi.
c. Tingkat 3 (berat)
Cedera Sprain tingkat 3 ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligamen dari tempat lekatnya, dan fungsinya terganggu secara total, maka sangat penting untuk segera mnempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.
d. Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini terjaddi akibat ligamennya terobek dimana tempat lekatnya pada tulang dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.
CEDERA PADA PERMAINAN BULUTANGKIS.

1.      Lepuh
Cedera yang disebabkan oleh karena gosokan terus menerus terhadap suatu permukaan.
Termasuk dalam Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu penampilan atlit, misalnya : lecet/ lepuh, memar, sprain yang ringan.

Treatment: 
-          Istirahat dari latihan untuk mencegah iritasi.
-          Daerah yang melepuh dibesihkan dan ditutup dengan perban perekat.

2.      Luksasio / subluksasio dari artikulasio humeri
Pada sendi bahu sering terjadi luksasio / subluksasio karena sifatnya globoidea (kepala sendi yang masuk ke dalam mangkok sendi kurang dari separuhya). Cedera pada sendi bahu ini sering terjadi karena pemakaian sendi bahu yang berlebihan atau body contact sport, kita harus memperhatikan bahwa sendi bahu sangat lemah, karena sifatnya globoidea dimana hanya diperkuat oleh ligamentum dan otot-otot bahu saja.

Tanda-tanda luksasio / dislokasi :
·            lengkung bahu hilang
·            tidak dapat digerak-gerakkan
·            lengan atas sedikit abduksi
·            lengan bawah sedikit supinasi
termasuk pada Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata ; berpengaruh pada reformance atlet, keluhan bisa berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi tanda-tanda inplamsi misalnya : lebar otot, straing otot, tendon-tendon, robeknya ligamen (sprain grade II).

Pertolongan pertama :
Hanya boleh dilakukan oleh seorang petugas media kecuali dalam keadaan terpaksa dimana di tempat kejadian tidak ada petugas medis yang terdekat, barulah kita berikan pertolongan pertama yaitu reposisi.

Reposisi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
A.    Metode Stimson
Metode ini sangat baik. Caranya penderita dibaringkan tertelungkup sambil bagian lengannya yang mengalami luksasio, keluar dari tepi tempat tidur, menggantung ke bawah. Kemudian diberikan beban yang diikatkan pada lengan bawah dan pergelangan tangan, biasanya dengan dumbbell dengan berat tergantung dari kekuatan otot si penderita. Si penderita disuruh rileks untuk beberapa jam, kemudian bonggol sendi akan masuk dengan sendirinya.

B.     Penderita dibaringkan terlentang di lantai. 
Si penolong duduk pada sisi sendi yang lepas. Kaki si penolong menjulur lurus ke dada si penderita, lengan yang lepas sendinya ditarik dengan kedua tangan penolong dengan tenaga yang keras dan kuat, sehingga berbunyi “klik”, ini berarti bonggol sendi masuk kembali.

3.      Strain dari otot-otot atap bahu (rotator cuff)
Istilah rotator cuff dipergunakan untuk jaringan ikat fibrosa yang mengelilingi bagian atas tulang humerus. Ini dibentuk dengan bersatunya tendon-tendon atap bahu. Keempat tendon tersebut adalah :
         musculus supraspinatus
         musculus infraspinatus
         musculus teres minor
         musculus subscapularis

Yang paling sering kena adalah tendon supraspinatus. Biasanya terjadi karena tarikan yang tiba-tiba, misalnya, jatuh dengan tangan lurus atau abduksi yang tiba-tiba melawan beban berat yang dipegang dengan tangan.

Strain
Strain adalah menyangkut cedera otot atau tendon.
Strain dapat dibagi atas 3 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Strain tingkat ini tidak ada robekan, hanya terdapat kondisi inflamasi ringan,  meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot, pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlet, misalnya strain dari otot hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlet pelari jarak pendek/sprinter, atau pada baseball pitcher, yang cukup terganggu dengan strain otot-oto lengan atas meskipun hanya ringan karena dapat menurunkan endurance (daya tahannya)
Gambar 1. Cedera Hamstring
b. Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga mengurangi kekuatan.
c. Strain pada tingkat 3 ini sudah ada rupture yang lebih hebat sampai komplit, ini diperlukan tindakan bedah (repain) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.

Tanda-tanda :
-          Penderita mengeluh nyeri di ujung bahu. Kalau penderita menaikkan lengan ke samping setelah 45 derajat pertama, penderita mulai merasa sakit, lebih-lebih setelah lengan lebih tingigi. Tetapi rasa sakit berkurang lagi setelah lewat 120 derajat.

Treatment
Lengan digendong dengan mittela selama 2-3 hari, lalu diberikan metode RICE
 
Sumber: Perawatan  Cedra olahraga


4.      Tenis Elbow
Suatu keadaan yang sering terjadi dengan gejala nyeri dan sakit pada posisi luar siku, tepatnya pada epikondilus lateralis humeri. Biasanya terjadi karena pukulan top spin back hand yang terus-menerus, jadi bersifat over use.
Etiologi dari tennis elbow ini belumlah jelas. Banyak para ahli menganggap bahwa gerakan yang terus-menerus serta intensif dalam bentk pronasi dan supinasi dengan tangan yang memegang tangkai raket, menimbulkan over strain pada otot-otot extensor lengan bawah yang berorigo pada epikondilus lateralis humeri. Tarikan pada otot-otot tersebut akan menimbulkan mikro trauma yang makin lama makin bertumpuk menjadi makro trauma, sehingga akhirnya menimbulkan tennis elbow.
Ada juga yang menganggap disebabkan oleh peradangan (inflamasi) periosteum yang menutupi epikondilus lateralis humeri. Inflamasi tersebut karena tarikan yang terus-menerus dari otot-otot extensor lengan bawah yang berorigo pada epikondilus lateralis humeri.
Tennis elbow tidak semata-mata hanya timbul pada pemain tennis saja, tapi dapat timbul pada cabang bulu tangkis bahkan pada ibu rumah tangga atau penjual minuman botol yang benyak membuka tutup botol.

Penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan menjadi progressif. Pengobatannya dapat dilakukan adalah fisioterapi.


Pencegahan :
-          Melakukan latihan-latihan pada otot-otot tersebut dengan cara meletakkan tangan dalam posisi datar di atas meja. Telapak tangan menghadap ke bawah memegang dumbbell yang beratnya 2 – 2,5 kg. sambil mengangkat dumbbell ke atas dan ke bawah hanya menggunakan dorsofleksi.

-          Pengobatan tennis elbow kadang-kadang memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya. Selama pengobatan si penderita boleh bermain bulutangkis tapi tidak terlalu lelah , sebaiknya memakai balutan khusus untuk lengan , semacam decker. 

5.      Medial epikondilitis (golfer’s elbow)
Sejenis dengan tennis elbow, disebut juga medial epikondilitis atau fore hand tennis elbow. Yang terkena di sini adalah epikondilus medialis humeri. Mengenai patofisiologinya sama dengan tennis elbow, hanya saja yang mengalami mikro trauma adalah origo dari otot-otot yang melakukan fleksi lengan bawah, jadi yang berorigo pada epikondilus medialais humeri. Golfer’s elbow biasanya diderita oleh pemain golf, tetapi pemain bulutangkis juga dapat mengalaminya, yaitu nyeri di siku bagian dalam.


Terapi untuk back hand tennis elbow. Lengan diletakkan dalam posisi datar di atas meja, tangan dibiarkan terulur melewati tepi meja, telapak tangan menghadap ke bawah. Dengan memegang beban seberat 2 – 2,5 kg, bengkokkan pergelangan tangan sebanyak sepuluh kali.

6.      Ankle
Sprain ankle juga dikenal sebagai cidera ankle atau cidera ligament ankle, pada umumnya sprain ankle ini terjdi karena robeknya sebagian dari ligament (torn partial ligament) atau keseluruhan dari ligament (torn ligament) dan hampir 85% kasus sprain ankle ini mengenai ligament talofibular anterior.

Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligamen. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Cedera sprain tingkat 1 ini hanya terjadi robekan pada berupa serat ligamen, terdapat hematom kecil didalam ligament tidak ada gangguan fungsi.
b. Tingakat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi robekan lebih luas, tetapi minimal 50% masih baik. Hal ini sudah terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu, untuk benar-benar aman mungkin diperlukan waktu 4 bulan, seringkali terjadi para atlet memaksakan diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir, maka akibatnya akan timbul cedera baru lagi.
c. Tingkat 3 (berat)
Cedera Sprain tingkat 3 ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligamen dari tempat lekatnya, dan fungsinya terganggu secara total, maka sangat penting untuk segera mnempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.
d. Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini terjaddi akibat ligamennya terobek dimana tempat lekatnya pada tulang dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.

Penyebab :
Gerakan yang sering memicu sprain ankle adalah gerakan inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai.

Kategori :
Sprain ankle terbagi menjadi beberapa derajat sprain sesuai tingkat kerusakan dan pengaruh ligamentnya. Derajat I sprain ankle umumnya terjadi penguluran pada ligamentum talofibular anterior sehingga pasien mengalami nyeri yang ringan dan sedikit bengkak. Sedangkan derajat II dan III sprain ankle, kerobekan parsial dan komplet telah terjadi pada ligamentum lateral compleks ankle (ligamentum talofibular anterior, ligamentum calcaneofibular, ligamentum calcaneocuboideum, ligamentum talocalcaneus dan ligamentum talofibular posterior). Pada derajat II dan III, pasien mengalami nyeri hebat (aktualitas tinggi), bengkak dan penurunan fungsi ankle (gangguan berjalan), sehingga umumnya pasien langsung berobat ke fisioterapi.

Penanganan :
Untuk tahap akut selalu menggunakan protokol protection, rest, ice, compresion and elevation atau lebih populer dengan (PRICE), yang kemudian diikuti dengan program exercise untuk memperkuat stabilitas sendi ankle. Penggunaan ankle brace atau ankle support sangat membantu untuk perawatan dan pencegahan sprain ankle. Terkadang karena jalan yang abnormal menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak yang lebih parah. Untuk itu pada kasus yang akut berikanlah ankle brace dan kruk (crutches).

Pemberian ice pada kasus sprain ankle akut selama 10-15 menit membantu mengurangi nyeri dan pembengkakan. Tetapi perlu diingat juga pemberian ice yang terlalu lama juga dapat menimbulkan cidera karena efek dingin yang terjadi. Penggunaan bandage yang tepat diperlukan untuk mensupport ligament agar lebih stabil dan menekan ligament yang cidera sehingga menguramgi nyeri dan menstabilkannya. Dalam pemberian bandage ini yang perlu diingat adalah jangan terlalu kencang dan pergunakan metode yang tepat karena pengaplikasian bandage yang terlalu kencang dapat menghambat proses vaskularisasi darah.

Pada kronik sprain ankle, akan terjadi kerusakan struktur jaringan. Seperti pada ligamentum akan terjadi kerobekan, yang dapat merangsang serabut saraf afferen bermyelin tipis (serabut saraf A delta dan tipe C). Impuls tersebut dibawa ke ganglia akar saraf dorsalis dan merangsang produksi “P” substance yang memicu terjadinya reaksi radang. 
Kemudian impuls tersebut dibawa ke cornu dorsalis medula spinalis dan dikirim ke level SSP yang lebih tinggi melalui traktus spinothalamicus. Pada level SSP yang lebih tinggi (cortex sensorik, hipothalamus & limbik system) impuls tersebut mengalami proses interaksi yang kemungkinan menghasilkan suatu perasaan subyektif yang dikenal dengan persepsi nyeri. Otot juga ikut terulur lalu akan menjadi spasme, timbul abnormal crosslink yang dapat mengganggu system metabolisme dan menimbulkan nyeri. Pada pembuluh darah akan terjadi haemorhage dan dilatasi yang dapat meningkatkan perlepasan zat-zat iritan yang akan meningkatkan sensitivitas nocisensorik sehingga akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada ujung-ujung saraf pada jaringan yang mengalami kerusakan akan mengeluarkan zat-zat iritan berupa prostaglandin, bradikinin dan histamine yang akan merangsang saraf afferent A delta dan C yang dapat meningkatkan sensitivitas nocisensorik sehingga timbul nyeri.

Peran Fisioterapi :
Pemilihan Ultrasound sebagai modalitas utama pada kondisi kronik sprain ankle disarankan, karena efek mekanik dan terapeutik yang dihasilkan oleh Ultrasound berguna untuk proses recovery. Ultrasound merupakan modalitas fisioterapi yang menghasilkan gelombang suara dengan frekeunsi antara 1 – 3 MHz. Ultrasound dapat menghasilkan efek mekanik, termal dan microtissue damage. Pada kondisi klinis pengaplikasian ultrasound dengan intensity 3Mhz dan intensity 1,5 w/cm kuadrat memberikan efek yang bermanfaat untuk perbaikan jaringan lunak.

Bagaimanapun juga exercise atau latihan adalah yang terbaik untuk kasus cidera ligament kronik. Latihan aktive dan active range of motion yang berupa dorsi-fleksi, plantar fleksi, inversi ataupun eversi stabilisasi akan menjaga fleksibilitas dan lingkup gerak sendi. latihan stabilitas juga perlu untuk penguatan otot-otot ankle sehingga dapat membantu serta memperbaiki problem yang muncul akibat instabilitas atau nyeri yang diakibatkan oleh kelemahan otot ankle. Akibat dari latihan stabilisasi, maka otot-otot stabilisator aktif pada ankle dapat memperbaiki kekuatan, ukuran serta mencegah peradangan. Pengaruh dari latihan stabilisasi juga akan meningkatkan peredaran darah pada persendian dan nutrisi tulang disamping karena memperbaiki kekuatan dan fungsi resiko terluka atau cidera kronik pada persendian. Latihan stabilisasi juga memperbaiki system peredaran darah oleh adanya pumping sehingga mengatasi terjadinya pembengkakan yang dapat mengganggu gerak dan fungsi sendi dan mampu mengurangi nyeri pada level sensorik.

7.      Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL)

Anterior Cruciate Ligament (ACL)  adalah urat di dalam sendi yang menjaga kestabilan sendi lutut. Cedera ACL sering terjadi pada olah raga high-impact, seperti sepak bola, futsal, tenis, badminton, bola basket dan olah raga bela diri. Pada umumnya ACL dapat cedera pada keadaan ketika sedang lari  mendadak berhenti kemudian berputar arah sehingga menyebabkan lutut terpuntir atau lompat dan mendarat dengan posisi lutut terpuntir.
Pada saat cedera biasanya pasien akan mendengar suara seperti ada yang patah dalam sendi. Saat itu tiba-tiba pasien merasa 'kehilangan tenaga' dan langsung jatuh. Kadang-kadang setelah beberapa saat, pasien dapat berjalan kembali tetapi pincang, sendi lutut sulit digerakkan karena nyeri, dan diikuti dengan bengkak.
Namun sering, setelah cedera 1-2 hari, pasien dapat jalan seperti biasa. Keadaan ini bukan berarti ACL sudah sembuh.
Pada perkembangannya pasien akan merasakan bahwa lututnya tidak stabil, gampang 'goyang' dan sering timbul nyeri. Dengan cedera ACL pasien akan sulit sekali untuk dapat melakukan aktifitashigh-impact sports, seperti main bola, futsal, basket atau badminton.
Sebagian besar Cedera ACL Ligamen memerlukan tindakkan operasi Arthroscopy agar pasien dapat pulih seperti sedia kala.
Standar operasi Arthroscopy ACL Reconstruction yang dipakai adalah Arthroscopic ACL Double Bundle Reconstruction. Tehnik ini telah dilakukan lebih dari 200 kali sejak tahun 2007. Tehnik operasi ini sangat populer di USA, Eropa dan Jepang karena dengan tehnik ini, hasilnya sangat memuaskan pasien.
Saat ini tehnik operasi ini dipakai sebagai standard untuk operasi cedera ACL atlet-atlet papan atas kelas dunia, misalnya Tiger Wood

 Pencegahan Cedera
Mencegah lebih baik daripada mengobati hal ini tetap merupakan kaidah yang harus dipegang teguh. Banyak cara pencegahan tampaknya biasa-biasa saja tetapi masing-masing tetaplah memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan.
1.    Pencegahan lewat keterampilan
Andil besar keterampilan dalam pencegahan cedera telah terbukti, karena penyiapan atlet, dan resikonya harus dipikirkan lebih awal, untuk itu para atlet sangat perlu ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wajar/relaks. Dalam meningkatkan atlet tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik saja namun termasuk kemampuan daya pikir, membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan mengurangi resiko
Pelatih juga harus mampu mengenali tanda-tanda kelelahan pada atletnya, serta harus dapat mengurangi dosis latihan sebelum cedera timbul.
a.    Mengurangnya antusiasme atau kurang tanggap.
b.    Kulit dan otot terasa mengembang.
c.    Kehilangan selera makan.
d.   Gangguan tidur, sampai bangun masih terasa lelah.
e.    Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat.
f.     Penurunan berat badan.
g.    Melambatnya pemulihan.
h.    Cenderung menghindari latihan/pertandingan.
2. Pencegahan lewat fitness
Fitness secara terus menerus mampu mencegah cedera para atlet baik cedera otot, sendi dan tendon, serta mampu bertahan untuk pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.
a.    Strength
Otot lebih kuat bila dilatih, beban waktu latihan harus cukup sesuai nomor yang diinginkan, untuk latihan sifatnya individual, otot yang dilatih benar tidak mudah cedera.
b. Daya tahan
     Ini meliputi endurance otot, paru danjantung, daya tahan yang baik berarti tidak cepat lelah, karena kelelahanmengundang cedera.
c. Pencegahan lewat makanan
     Nutrisi yang baik akan mempunyai andil mencegah cedera karena memperbaiki proses pemulihan kesegaran diantara latihan-latihan.
     Makanan harus memenuhi tuntutan gizi yang dibutuhkan atlet sehubungan dengan latihannya.
     Atlet harus makan makanan yang mudah dicerna yang berenergi tinggi, kira-kira 2,5 jam menjelang latihan/pertandingan.
d. Pencegahan lewat Warm-up
     Ada 3 alasan kenapa warm-up harus dilakukan :
v  Untuk melenturkan (stretching) otot tendon, dan ligament utama yang akan dipakai.
v  Untuk menaikkan suhu badan terutama bagian dalam seperti otot dan sendi.
v  Untuk menyiapkan atlet secara fisik dan mental menghadapi tugasnya.
e. Pencgahan lewwat lingkungan
     Banyak terjadi bahwa cedera karena lingkungan, seorang atlet jatuh karena tersandung sesuatu (tas, peralatan yang tidak ditaruh secara baik) dan cedera. Haruslah memperhatikan peralatan dan barang ditaruh secara benar dan baik agar tidak membahayakan.
f. Peralatan
     Peralatan yang standard punya peranan penting dalam mencegah cedera. Kerusakan alat sering menjadi penyebab cedera pula contoh sederhana sepatu. Sepatu adalah salah satu bagian peralatan dalama berolahraga yang mendapat banyak perhatian para ahli. Masing-masing cabang olahraga ummumnya mempunyai model sepatu dengan cirinya sendiri. Yang paling banyak dibicarakan adalah sepatu olahraga lari. Hal ini dihubungkan dengan dominannya olahraga lari, baik yang berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari olahraga lain.
     Sepatu yang baik sangat membantu kenyamanan berolahraga dan dapat memperkecil resiko cedera olahraga.
Konstruksi sepatu
     Sepatu lari yang baik mempunyai ciri-ciri konstruksi sebagai berikut :
1.      Sol relatif tebal dan kuat,tetapi cukup elastik sehingga mampu meredam benturan. Biasanya mempunyai permukaan yang tidak rata (bergelombang atau berkembang-kembang).
2.      Tumit harus sedikit lebih tinggi dari bagian depan ½ inci (1,3 cm).
3.      Bagian belakang “counter” ditinggikan sedikit sebagai “achilles pad”dengan tujuan mencegah cedera tendon achilles (bersama dengan poin 2).
4.      Terdapat “arch support” yang baik.
5.      Harus cukup fleksibel, dapat dibengkokkan ddengan mudah.
6.      Heel counter” harus kuat dan kaku.
7.      Berat sepatu sekitar 238-340 gram.

Sepatu yang pas, jika jarak antara ujung jari kaki dengan bagian depan sepatu selebar satu jari tangan (1,5 cm). bagian yang lebar dari kaki pas dengan bagian lebar dari sepatu, serta tumit “terpegang” dengan pas pada “counter” (bagian belakang) sepatu. Pengepasan sepatu harus dengan memakai kaos kaki ( harus cukup empuk dan tebal) yang biasa digunakan..
 g. Medan
     Medan dalam menggunakan latihan/petandingan mungkin alam, mungkin buatan/sintetik, keduanya menimbulkan masalah. Alam dapat selalu berubah-ubah karena iklim, sedang sinteik yang telah banyak dipakai juga dapat rusak, yang terpenting atlet mampu menghalau dan mengantisipasi hal-hal penyebab cedera.
h. Pencegahan lewat pakaian
     Pakaian sangat tergantung selera tetapi haruslah dipilih dengan benar, kaos,celana, kaos kaki, ini sama juga perlu mendapat perhatian, misalnya celana kalau terlalu ketat dan tidak elastis maka dalam melakukan gerakan juga tidak bebas. Khususnya atletik, sehingga menyebabkan lecet-lecet pada daerah selakangan, bahkan akan mempengaruhi penampilan atlet.
i. Pencegahan lewat pertolongan
     Setiap cedera memberi kemungkinan untuk cedera lagi yang sama atau yang lebiih berat lagi, masalahnya ada kelemahan otot yang berakibat kurang stabil atau kelainan anatomi, ketidak stabilan tersebut penyebab cedera berikutnya, dengan demikian dalam menangani atau pemberian pertolongan harus kondisi benar dan rehabilitasi yang tepat pula.
j. Implikasi terhadap pelatih
     sikap tanggung jawab dan sportifitas pelatih, official, tenaga kesehatan dan atletnya sendiri secara bersama-sama. Yakinkan bahwa atlet memang siap untuk tampil, bila tidak janganlah mencoba-coba untuk ditampilkan dari pada mengundang permasalahan. Sebagai pelatih juga perlu memikirkan masa depan atlet merupakan faktor yang lebih penting.



































BAB III
KESIMPULAN


ü  Cedera adalah suatu akibat dari pada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk mengatasinya  gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama.
ü  Sport Injuries ialah segala macam  cidera yang timbul, baik pada waktu latihan maupun pada waktu berolahraga (pertandingan) ataupun sesudahnya, dan tulang, otot, tendon, serta ligamentum
ü  Dipertegas bahwa hasil suatu tenaga atau kekuatan yang berlebihan ditimpahkan pada tubuh atau sebagian tubuh sehingga tubuh atau bagian tubuh tersebut tidak dapat menahan atau menyesuaikan diri.
ü  Cedera olahraga adalah rasa sakit yang dirtimbulkan  karena olahraga,sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.

Ø  Strain adalah cedera yang menyangkut cedera otot atau tendon.
Ø  Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligament
Ø  Klasifikasi cedera olahraga ada 3 macam :
·         Cedera tingkat 1 (ringan)
Contoh : lecet, memar (sprain ringan)
·         Cedera tingkat 2 (sedang)
Contoh : lebar otot, strain otot-tendon, robeknya ligament.


















DAFTAR PUSTAKA

Andun Sudijandoko, 1995, Pola Rehabilitasi Atlet Yang Cedera, IKOR. UNAIR, Surabaya.
Bayu Santoso, 1994. Cedera olahraga Konggres Nasional III. Perdosri, Surabaya.
Brukner Peter, 1993. Clinical Sports Medicine, Sydney, Australia.
Djoko Roshadi, 1995. Aspek Orthopaedi Pada Usia Lanjut. Bedah Orthopaedi, Unair.Surabaya
Entjang Indah, 1991. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Hairy junusul, 1999. Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan. Depdikbud Dir Digutentis, Jakarta.
Krismanto, 1994. Cedera Olahraga Dan Pertolongan Pertama, Symposium Cedera Olahraga,
Pedosri, Surabaya.
Sukrna I.P. 1994. Penyebab Cedera Olahraga. Lab. UPF Ilmu Bedah FK. Unair Surabaya.
Soemardiawan. 2014. Modul Perawatan Cedera Olahraga. PSKGDJ FPOK IKIP Mataram, Mataram.
Thamrinsyam, 1994. Pandangan Umum Cedera Olahraga, Simposium Sport Medicine,
Surabaya.

No comments:

Post a Comment