BAB I
PENDAHULUAN
RUMUSAN MASALAH
1.
CEDERA
OLAHRAGA?
2.
TINGKATAN
CEDERA OLAHRAGA?
o Klasifikasi Cedera
o Strain dan Sprain
3.
CEDERA
PADA PERMAINAN BULUTANGKIS?
4.
PENCEGAHAN CEDERA?
TUJUAN
Ø Menjelaskan pengertian cedera.
Ø Mengenal secara mendalam tentang tingkatan cedera olahraga.
Ø Dapat menjelaskan penyebab
dan pencegahan pada cedera olahraga pada cabor bulutangkis.
Ø Mampu menyampaikan informasi dan menunjukkan tata cara memberikan
demonstrasi perawatan dan penanganan cedera olahraga pada cedera permainan
bulutangkis.
BAB II
PEMBAHASAN
CEDERA OLAHRAGA
Sport
Injuries ialah
segala macam cidera yang timbul, baik
pada waktu latihan maupun pada waktu berolahraga (pertandingan) ataupun
sesudahnya, dan tulang, otot, tendon, serta ligamentum. Olahraga bertujuan
untuk menyehatkan badan, memberi kebugaran jasmani selama cara-cara
melakukannya sudah dalam kondisi yang benar. Apakah semua macam olahraga bisa
menimbulkan cedera?, tentu ini tergantung dari macamnya olahraga, dari olahraga
jalan santai, tenis meja (pimpong),
balapan (racing), tentu memberikan resiko yang berbeda.
Adapun
pengertian cidera dapat diartikan sebagai suatu akibat daripada gaya-gaya yang
yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan
tubuh untuk mengatasinya, gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau
jangka lama.
Seseorang
melakukan olahraga dengan tujuan untuk mendapatkan kebugaran jasmani, kesehatan
maupun kesenangan bahkan ada yang sekedar hobby,sedang atlet baik amatir dan
profesional selalu berusaham mencapai
prestasi sekurang-kuragnya utuk menjadi juara tidak menutup kemungkinan akan
mengalami cidera. Namun adapun beberapa faktor yang mempunyai peran perlu
diperhatikan agar dapat memperkecil cidera antara lain:
1. Usia
Kesehatan Kebugaran
Menurut pengetahuan
yang ada pada saat ini, apa yang disebut proses digenerasi mulai berlangung
pada usia 30 tahun, dan fungsi tubuh
akan berkurang 1% pertahun (Rule of One),
ini berarti bahwa kekuatan dan kelentukan jaringan akan mulai berkurang akibat
proses degenerasi, selain itu jaringan jadi rentan terhadap trauma. Untuk
mempertahankan kondisi agar tidak terjadi pengurangan fungsi tubuh akibat
degenerasi, maka “exercise”/latihan
sangat diperlukan guna mencegah timbulnya Atrofi, dengan demikian jelas bahwa
usia memegang peranan.
2. Jenis
Kelamin
Sistem hormon dalam
tubuh pria berbeda dengan wanita, demikian pula bentuk tubuh, mengingat
perbedaan dan perubahan fisik, maka tidak semua jenis olahraga cocok untuk
semua golongan, usia/jenis kelamin. Hal ini apabila dipaksakan, maka akan
timbul cedera yang sifatnya pun juga tertentu untuk jenis olahraga tertentu.
3. Jenis
Olahraga
Kita tahu bahwa tiap
macam olahraga; apapun jenisnya, mempunyai peraturan permainan tertentu dengan
tujuan agar tidak menimbulkan cedera, peraturan tersebut merupakan salah satu
upaya mencegahnya.
4. Pengalaman
Teknik Olahraga
Untuk melaksanakan
olahraga yang baik agar tujuan tertentu tercapai perlupersiapan dan latihan
antara lain:
-
Metode atau cara latihanya
-
Tekniknya agar tidak terjadi “over use”
5. Sarana/Fasilitas
Walaupun telah
diusahakan dengan baik kemungkinan cedera masih mungkin timbul akibat sarana
yang kurang memadai.
6. Gizi
Olahraga memerlukan
tenaga dan untuk itu perlu gizi yang baik, selain itu gizi menentukan kesehatan
dan kebugaran.
Dalam
ilmu kedokteran sangat jelas bahwa dengan olahraga yang teratur memegang
peranan untuk memperoleh badan yang sehat, menghindari penyakit-penyakit
seperti penyakit jantung, serta menunda proses-proses degeneratif yang tidak
bisa dihindari oleh proses penuaan. Keadaan akan pentingnya serta keuntungan
yang diakibatkan oleh olahraga adalah sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi
sosial dan ekonomi bila kita menilai beragam olahraga, ada permainan-permainan
tertentu yang yang bersifat kompetitif untuk dipertandingkan dimana
masing-masing individu harus bisa mencapai prestasi maksimal untuk mencapai
kemenangan, ini yang sering mengundang terjadinya cedera olahraga, namun dapat
dihindari bila faktor-faktor penyebab serta peralatan olahraga tersebut diperhatikan.
Kegiatan olahraga
sekarang ini benar-benar telah menjadikan bagian masyarakat kita, baik
masyarakat atau golongan dengan sosial ekonomi yang rendah sampai yang lebih
baik, telah menyadari kegunaan akan pentingnya latihan-latihan yang teratur
untuk kesegaran dan kesehatan jasmani
dan rohani. Seperti apayang diungkapkan Hippocrates (460-377 S M), bila tiap
individu memperoleh makanan yang cukup dan latihan yang cukup pula, tidak
terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, kita akn memperoleh kesehatan dengan
cara yang aman.
Kegiatan
olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan bukan
hanya olahraga prestasi/komkpetisi, tetapi juga olahraga untuk kebugaranjasmani
secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi,
tetapi juga member keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu
kegiatan olahraga pada waktu ini semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan
dengan meningkatnya aktivitas olahraga tersebut, korban cedera olahraga terus
bertambah. Amat disayangkan jika justru cedera olahraga tersebut, para pelaku
olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi atau kebugarannya.(Soemardiawan,2014:6-7)
TINGKATAN
CEDERA OLAHRAGA
Didalam
menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan seorang atlit
untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu keprestasi sebelum cedera. Kita
ketahui bahwa penyembuhan penyakit atau cedera memerlukan waktu penyembuhan
yang secara alamiah tidak akan sama untuk semua/atau bermacam alat (organ) atau
system jaringan di tubuh kita, selain itu juga penyembuhan juga tergantung dari
derajat kerusakan yang diderita oleh jaringan, cepat lambat serta ketepatan
penanggulangan secara dini.
Dengan
demikian peranan seseorang yang berkecimpung dalam kedokteran olahraga perlu
bekal pengetahuan mengenai penyembuhan luka serta cara memberikan terapi agar
tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah, sehingga penyembuhan serta
pemulihan fungsi, alat dan sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu
singkat, uintuk mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan
peningkatan prestasi sangat diperlukan, untuk mempertahankan kondisi jaringan
yang cedera agar tidak terjadi pengecilan otot (atropi).
Agar
selalu tepat dalam menangani kasus cedera maka sangat diperlukaan adanya
pengetahuan atau tingkatan-tingkatan cedera, sehingga akan tepat dalam
menangani dan penyembuhan pada seseorang cedera olahraga, adapun tingkatan
tersebut adalah :
Klasifikasi Cedera Olahraga
1.
Macam-macam cidera olahraga berdasarkan penyebabnya
a.
External
violence
adalah cidera yang timbul atau terjadi karena pengaruh atau sebab yang berasal
dari luar
b.
Internal
violence
adalah cedera yang terjadi karena kesalahan koordinasi otot-otot dan sendi yang
kurang sempurna sehingga menimbulkan gerakan-gerakan yang salah dan
mengakibatkan cidera
c.
Over-use (pemakaian
terus-menerus/terlalu lelah cidera ini timbul karena pemakaian otot yang
berlebihan atau terlalu lelah.
2.
Macam-Macam Cidera Olahraga Berdasarkan Berat Dan Ringannya
a.
Cidera ringaan ialah cedera yang tidak diikuti
kerusakan yang berarti pada jaringan
tubuh kita misalnya: kekakuan dan kelelahan otot.
b.
Cidera
berat ialah cidera yang serius , dimana pada cidera tersebut kita jumpai
padanya kerusakan jaringan pada tubuh kita misalnya: robeknya pada otot patah
tulang, ligamentum dan kriteria cidera berat
1)
Kehilangan substansi atau kontinuitas.
2)
Rusaknya atau robeknya pembuluh darah
peradangan setempat ditandai dengan kalor = panas, rubor = merah, tumor =
bengkak, dolor = nyeri, fungsi-olesi tidak dpt dipergunakan
3.
Secara umum cedera olahraga diklasifikasikan menjadi 3 macam,yaitu :
1. Cedera
tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini
penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu
penampilan atlit, misalnya : lecet/ lepuh, memar, sprain yang ringan.
2.
Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkatan kerusakan
jaringan lebih nyata ; berpengaruh pada reformance atlet, keluhan bisa berupa
nyeri, bengkak, gangguan fungsi tanda-tanda inplamsi misalnya : lebar otot, straing
otot, tendon-tendon, robeknya ligamen (sprain grade II).
3.
Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini
atlet perlu penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin perlu
tindakan bedah, terdapat pada robkan lengkap liamen (sprain gade III dan IV/sprain
fracture) fraktur tulang.
B. STRAIN DAN SPRAIN
Strain dan sprain
adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
1. Strain
Strain adalah
menyangkut cedera otot atau tendon.
Strain dapat dibagi
atas 3 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Strain tingkat ini
tidak ada robekan, hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot,
pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlet, misalnya strain dari otot
hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlet pelari jarak
pendek/sprinter, atau pada baseball pitcher, yang cukup terganggu dengan strain
otot-oto lengan atas meskipun hanya ringan karena dapat menurunkan endurance
(daya tahannya)
Gambar 1. Cedera Hamstring
b. Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2
ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga mengurangi
kekuatan.
c.
Strain pada tingkat 3 ini sudah ada rupture yang lebih hebat sampai komplit,
ini diperlukan tindakan bedah (repain) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.
2. Sprain
Sprain adalah cedera
yang menyangkut cedera ligamen. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Cedera sprain tingkat 1
ini hanya terjadi robekan pada berupa serat ligamen, terdapat hematom kecil
didalam ligament tidak ada gangguan fungsi.
b. Tingakat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2
ini terjadi robekan lebih luas, tetapi minimal 50% masih baik. Hal ini sudah
terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan
terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu, untuk benar-benar
aman mungkin diperlukan waktu 4 bulan, seringkali terjadi para atlet memaksakan
diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir, maka akibatnya akan
timbul cedera baru lagi.
c. Tingkat 3 (berat)
Cedera Sprain tingkat 3
ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligamen dari tempat lekatnya, dan
fungsinya terganggu secara total, maka sangat penting untuk segera mnempatkan
kedua ujung robekan secara berdekatan.
d. Tingkat 4 (Sprain
fraktur)
Cedera sprain tingkat 4
ini terjaddi akibat ligamennya terobek dimana tempat lekatnya pada tulang
dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.
CEDERA PADA
PERMAINAN BULUTANGKIS.
1.
Lepuh
Cedera
yang disebabkan oleh karena gosokan terus menerus terhadap suatu permukaan.
Termasuk dalam Cedera
tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini
penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu
penampilan atlit, misalnya : lecet/ lepuh, memar, sprain yang ringan.
Treatment:
-
Istirahat
dari latihan untuk mencegah iritasi.
-
Daerah
yang melepuh dibesihkan dan ditutup dengan perban perekat.
2.
Luksasio
/ subluksasio dari artikulasio humeri
Pada
sendi bahu sering terjadi luksasio / subluksasio karena sifatnya globoidea
(kepala sendi yang masuk ke dalam mangkok sendi kurang dari separuhya). Cedera
pada sendi bahu ini sering terjadi karena pemakaian sendi bahu yang berlebihan
atau body contact sport, kita harus memperhatikan bahwa sendi bahu sangat
lemah, karena sifatnya globoidea dimana hanya diperkuat oleh ligamentum dan otot-otot
bahu saja.
Tanda-tanda luksasio / dislokasi :
·
lengkung
bahu hilang
·
tidak
dapat digerak-gerakkan
·
lengan
atas sedikit abduksi
·
lengan
bawah sedikit supinasi
termasuk pada Cedera
tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkatan kerusakan
jaringan lebih nyata ; berpengaruh pada reformance atlet, keluhan bisa berupa
nyeri, bengkak, gangguan fungsi tanda-tanda inplamsi misalnya : lebar otot,
straing otot, tendon-tendon, robeknya ligamen (sprain grade II).
Pertolongan pertama :
Hanya boleh dilakukan oleh seorang
petugas media kecuali dalam keadaan terpaksa dimana di tempat kejadian tidak
ada petugas medis yang terdekat, barulah kita berikan pertolongan pertama yaitu
reposisi.
Reposisi dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu :
A.
Metode
Stimson
Metode ini sangat baik. Caranya
penderita dibaringkan tertelungkup sambil bagian lengannya yang mengalami
luksasio, keluar dari tepi tempat tidur, menggantung ke bawah. Kemudian
diberikan beban yang diikatkan pada lengan bawah dan pergelangan tangan,
biasanya dengan dumbbell dengan berat tergantung dari kekuatan otot si
penderita. Si penderita disuruh rileks untuk beberapa jam, kemudian bonggol
sendi akan masuk dengan sendirinya.
B.
Penderita
dibaringkan terlentang di lantai.
Si penolong duduk pada sisi sendi
yang lepas. Kaki si penolong menjulur lurus ke dada si penderita, lengan yang
lepas sendinya ditarik dengan kedua tangan penolong dengan tenaga yang keras
dan kuat, sehingga berbunyi “klik”, ini berarti bonggol sendi masuk kembali.
3.
Strain
dari otot-otot atap bahu (rotator cuff)
Istilah rotator cuff dipergunakan
untuk jaringan ikat fibrosa yang mengelilingi bagian atas tulang humerus. Ini
dibentuk dengan bersatunya tendon-tendon atap bahu. Keempat tendon tersebut
adalah :
•
musculus
supraspinatus
•
musculus
infraspinatus
•
musculus
teres minor
•
musculus
subscapularis
Yang paling sering kena adalah
tendon supraspinatus. Biasanya terjadi karena tarikan yang tiba-tiba, misalnya,
jatuh dengan tangan lurus atau abduksi yang tiba-tiba melawan beban berat yang
dipegang dengan tangan.
Strain
Strain adalah
menyangkut cedera otot atau tendon.
Strain dapat dibagi
atas 3 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Strain tingkat ini
tidak ada robekan, hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot,
pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlet, misalnya strain dari otot
hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlet pelari jarak
pendek/sprinter, atau pada baseball pitcher, yang cukup terganggu dengan strain
otot-oto lengan atas meskipun hanya ringan karena dapat menurunkan endurance
(daya tahannya)
Gambar 1. Cedera Hamstring
b. Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2
ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga mengurangi kekuatan.
c.
Strain pada tingkat 3 ini sudah ada rupture yang lebih hebat sampai komplit,
ini diperlukan tindakan bedah (repain) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.
Tanda-tanda :
-
Penderita
mengeluh nyeri di ujung bahu. Kalau penderita menaikkan lengan ke samping
setelah 45 derajat pertama, penderita mulai merasa sakit, lebih-lebih setelah
lengan lebih tingigi. Tetapi rasa sakit berkurang lagi setelah lewat 120
derajat.
Treatment
Lengan digendong dengan mittela
selama 2-3 hari, lalu diberikan metode RICE
Sumber: Perawatan Cedra olahraga
4.
Tenis
Elbow
Suatu
keadaan yang sering terjadi dengan gejala nyeri dan sakit pada posisi luar
siku, tepatnya pada epikondilus lateralis humeri. Biasanya terjadi karena
pukulan top spin back hand yang terus-menerus, jadi bersifat over use.
Etiologi dari tennis elbow ini
belumlah jelas. Banyak para ahli menganggap bahwa gerakan yang terus-menerus
serta intensif dalam bentk pronasi dan supinasi dengan tangan yang memegang
tangkai raket, menimbulkan over strain pada otot-otot extensor lengan bawah
yang berorigo pada epikondilus lateralis humeri. Tarikan pada otot-otot
tersebut akan menimbulkan mikro trauma yang makin lama makin bertumpuk menjadi
makro trauma, sehingga akhirnya menimbulkan tennis elbow.
Ada juga yang menganggap disebabkan
oleh peradangan (inflamasi) periosteum yang menutupi epikondilus lateralis
humeri. Inflamasi tersebut karena tarikan yang terus-menerus dari otot-otot
extensor lengan bawah yang berorigo pada epikondilus lateralis humeri.
Tennis elbow tidak semata-mata hanya
timbul pada pemain tennis saja, tapi dapat timbul pada cabang bulu tangkis
bahkan pada ibu rumah tangga atau penjual minuman botol yang benyak membuka
tutup botol.
Penyakit ini terjadi secara
perlahan-lahan dan menjadi progressif. Pengobatannya dapat dilakukan adalah
fisioterapi.
Pencegahan :
-
Melakukan
latihan-latihan pada otot-otot tersebut dengan cara meletakkan tangan dalam
posisi datar di atas meja. Telapak tangan menghadap ke bawah memegang dumbbell
yang beratnya 2 – 2,5 kg. sambil mengangkat dumbbell ke atas dan ke bawah hanya
menggunakan dorsofleksi.
-
Pengobatan
tennis elbow kadang-kadang memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya. Selama
pengobatan si penderita boleh bermain bulutangkis tapi tidak terlalu lelah ,
sebaiknya memakai balutan khusus untuk lengan , semacam decker.
5.
Medial
epikondilitis (golfer’s elbow)
Sejenis
dengan tennis elbow, disebut juga medial epikondilitis atau fore hand tennis
elbow. Yang terkena di sini adalah epikondilus medialis humeri. Mengenai
patofisiologinya sama dengan tennis elbow, hanya saja yang mengalami mikro
trauma adalah origo dari otot-otot yang melakukan fleksi lengan bawah, jadi
yang berorigo pada epikondilus medialais humeri. Golfer’s elbow biasanya
diderita oleh pemain golf, tetapi pemain bulutangkis juga dapat mengalaminya,
yaitu nyeri di siku bagian dalam.
Terapi untuk back hand tennis elbow.
Lengan diletakkan dalam posisi datar di atas meja, tangan dibiarkan terulur
melewati tepi meja, telapak tangan menghadap ke bawah. Dengan memegang beban
seberat 2 – 2,5 kg, bengkokkan pergelangan tangan sebanyak sepuluh kali.
6.
Ankle
Sprain
ankle juga dikenal sebagai cidera ankle atau cidera ligament ankle, pada
umumnya sprain ankle ini terjdi karena robeknya sebagian dari ligament (torn
partial ligament) atau keseluruhan dari ligament (torn ligament) dan hampir 85%
kasus sprain ankle ini mengenai ligament talofibular anterior.
Sprain
Sprain adalah cedera
yang menyangkut cedera ligamen. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Cedera sprain tingkat 1
ini hanya terjadi robekan pada berupa serat ligamen, terdapat hematom kecil
didalam ligament tidak ada gangguan fungsi.
b. Tingakat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2
ini terjadi robekan lebih luas, tetapi minimal 50% masih baik. Hal ini sudah
terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan
terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu, untuk benar-benar
aman mungkin diperlukan waktu 4 bulan, seringkali terjadi para atlet memaksakan
diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir, maka akibatnya akan
timbul cedera baru lagi.
c. Tingkat 3 (berat)
Cedera Sprain tingkat 3
ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligamen dari tempat lekatnya, dan
fungsinya terganggu secara total, maka sangat penting untuk segera mnempatkan
kedua ujung robekan secara berdekatan.
d. Tingkat 4 (Sprain
fraktur)
Cedera sprain tingkat 4
ini terjaddi akibat ligamennya terobek dimana tempat lekatnya pada tulang
dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.
Penyebab :
Gerakan yang sering memicu sprain
ankle adalah gerakan inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak
menumpu sempurna pada lantai.
Kategori :
Sprain ankle terbagi menjadi
beberapa derajat sprain sesuai tingkat kerusakan dan pengaruh ligamentnya.
Derajat I sprain ankle umumnya terjadi penguluran pada ligamentum talofibular
anterior sehingga pasien mengalami nyeri yang ringan dan sedikit bengkak.
Sedangkan derajat II dan III sprain ankle, kerobekan parsial dan komplet telah
terjadi pada ligamentum lateral compleks ankle (ligamentum talofibular
anterior, ligamentum calcaneofibular, ligamentum calcaneocuboideum, ligamentum
talocalcaneus dan ligamentum talofibular posterior). Pada derajat II dan III,
pasien mengalami nyeri hebat (aktualitas tinggi), bengkak dan penurunan fungsi
ankle (gangguan berjalan), sehingga umumnya pasien langsung berobat ke
fisioterapi.
Penanganan :
Untuk tahap akut selalu menggunakan
protokol protection, rest, ice, compresion and elevation atau lebih populer
dengan (PRICE), yang kemudian diikuti dengan program exercise untuk memperkuat
stabilitas sendi ankle. Penggunaan ankle brace atau ankle support sangat
membantu untuk perawatan dan pencegahan sprain ankle. Terkadang karena jalan
yang abnormal menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak yang lebih parah. Untuk
itu pada kasus yang akut berikanlah ankle brace dan kruk (crutches).
Pemberian ice pada kasus sprain
ankle akut selama 10-15 menit membantu mengurangi nyeri dan pembengkakan.
Tetapi perlu diingat juga pemberian ice yang terlalu lama juga dapat
menimbulkan cidera karena efek dingin yang terjadi. Penggunaan bandage yang
tepat diperlukan untuk mensupport ligament agar lebih stabil dan menekan
ligament yang cidera sehingga menguramgi nyeri dan menstabilkannya. Dalam
pemberian bandage ini yang perlu diingat adalah jangan terlalu kencang dan
pergunakan metode yang tepat karena pengaplikasian bandage yang terlalu kencang
dapat menghambat proses vaskularisasi darah.
Pada kronik sprain ankle, akan
terjadi kerusakan struktur jaringan. Seperti pada ligamentum akan terjadi
kerobekan, yang dapat merangsang serabut saraf afferen bermyelin tipis (serabut
saraf A delta dan tipe C). Impuls tersebut dibawa ke ganglia akar saraf
dorsalis dan merangsang produksi “P” substance yang memicu terjadinya reaksi
radang.
Kemudian impuls tersebut dibawa ke
cornu dorsalis medula spinalis dan dikirim ke level SSP yang lebih tinggi
melalui traktus spinothalamicus. Pada level SSP yang lebih tinggi (cortex
sensorik, hipothalamus & limbik system) impuls tersebut mengalami proses
interaksi yang kemungkinan menghasilkan suatu perasaan subyektif yang dikenal
dengan persepsi nyeri. Otot juga ikut terulur lalu akan menjadi spasme, timbul
abnormal crosslink yang dapat mengganggu system metabolisme dan menimbulkan
nyeri. Pada pembuluh darah akan terjadi haemorhage dan dilatasi yang dapat
meningkatkan perlepasan zat-zat iritan yang akan meningkatkan sensitivitas
nocisensorik sehingga akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada ujung-ujung saraf
pada jaringan yang mengalami kerusakan akan mengeluarkan zat-zat iritan berupa
prostaglandin, bradikinin dan histamine yang akan merangsang saraf afferent A
delta dan C yang dapat meningkatkan sensitivitas nocisensorik sehingga timbul
nyeri.
Peran Fisioterapi :
Pemilihan Ultrasound sebagai
modalitas utama pada kondisi kronik sprain ankle disarankan, karena efek
mekanik dan terapeutik yang dihasilkan oleh Ultrasound berguna untuk proses
recovery. Ultrasound merupakan modalitas fisioterapi yang menghasilkan gelombang
suara dengan frekeunsi antara 1 – 3 MHz. Ultrasound dapat menghasilkan efek
mekanik, termal dan microtissue damage. Pada kondisi klinis pengaplikasian
ultrasound dengan intensity 3Mhz dan intensity 1,5 w/cm kuadrat memberikan efek
yang bermanfaat untuk perbaikan jaringan lunak.
Bagaimanapun juga exercise atau
latihan adalah yang terbaik untuk kasus cidera ligament kronik. Latihan aktive
dan active range of motion yang berupa dorsi-fleksi, plantar fleksi, inversi
ataupun eversi stabilisasi akan menjaga fleksibilitas dan lingkup gerak sendi.
latihan stabilitas juga perlu untuk penguatan otot-otot ankle sehingga dapat
membantu serta memperbaiki problem yang muncul akibat instabilitas atau nyeri
yang diakibatkan oleh kelemahan otot ankle. Akibat dari latihan stabilisasi,
maka otot-otot stabilisator aktif pada ankle dapat memperbaiki kekuatan, ukuran
serta mencegah peradangan. Pengaruh dari latihan stabilisasi juga akan
meningkatkan peredaran darah pada persendian dan nutrisi tulang disamping
karena memperbaiki kekuatan dan fungsi resiko terluka atau cidera kronik pada
persendian. Latihan stabilisasi juga memperbaiki system peredaran darah oleh
adanya pumping sehingga mengatasi terjadinya pembengkakan yang dapat mengganggu
gerak dan fungsi sendi dan mampu mengurangi nyeri pada level sensorik.
7.
Cedera
Anterior Cruciate Ligament (ACL)
Anterior
Cruciate Ligament (ACL) adalah urat di dalam sendi yang menjaga
kestabilan sendi lutut. Cedera ACL sering terjadi pada olah raga high-impact,
seperti sepak bola, futsal, tenis, badminton, bola basket dan olah raga bela
diri. Pada umumnya ACL dapat cedera pada keadaan ketika sedang lari
mendadak berhenti kemudian berputar arah sehingga menyebabkan lutut
terpuntir atau lompat dan mendarat dengan posisi lutut terpuntir.
Pada saat cedera biasanya pasien
akan mendengar suara seperti ada yang patah dalam sendi. Saat itu tiba-tiba
pasien merasa 'kehilangan tenaga' dan langsung jatuh. Kadang-kadang setelah
beberapa saat, pasien dapat berjalan kembali tetapi pincang, sendi lutut sulit
digerakkan karena nyeri, dan diikuti dengan bengkak.
Namun
sering, setelah cedera 1-2 hari, pasien dapat jalan seperti biasa. Keadaan ini
bukan berarti ACL sudah sembuh.
Pada
perkembangannya pasien akan merasakan bahwa lututnya tidak stabil, gampang
'goyang' dan sering timbul nyeri. Dengan cedera ACL pasien akan sulit sekali
untuk dapat melakukan aktifitashigh-impact sports, seperti main bola, futsal,
basket atau badminton.
Sebagian besar Cedera ACL Ligamen
memerlukan tindakkan operasi Arthroscopy agar pasien dapat pulih seperti sedia
kala.
Standar operasi Arthroscopy ACL
Reconstruction yang dipakai adalah Arthroscopic ACL Double Bundle
Reconstruction. Tehnik ini telah dilakukan lebih dari 200 kali sejak tahun
2007. Tehnik operasi ini sangat populer di USA, Eropa dan Jepang karena dengan
tehnik ini, hasilnya sangat memuaskan pasien.
Saat ini tehnik operasi ini dipakai
sebagai standard untuk operasi cedera ACL atlet-atlet papan atas kelas dunia,
misalnya Tiger Wood
Pencegahan Cedera
Mencegah
lebih baik daripada mengobati hal ini tetap merupakan kaidah yang harus
dipegang teguh. Banyak cara pencegahan tampaknya biasa-biasa saja tetapi
masing-masing tetaplah memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan.
1.
Pencegahan lewat keterampilan
Andil besar
keterampilan dalam pencegahan cedera telah terbukti, karena penyiapan atlet,
dan resikonya harus dipikirkan lebih awal, untuk itu para atlet sangat perlu
ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wajar/relaks. Dalam meningkatkan atlet
tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik saja namun termasuk kemampuan
daya pikir, membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan mengurangi
resiko
Pelatih juga harus
mampu mengenali tanda-tanda kelelahan pada atletnya, serta harus dapat
mengurangi dosis latihan sebelum cedera timbul.
a.
Mengurangnya antusiasme atau kurang tanggap.
b.
Kulit dan otot terasa mengembang.
c.
Kehilangan selera makan.
d.
Gangguan tidur, sampai bangun masih terasa
lelah.
e.
Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat.
f.
Penurunan berat badan.
g.
Melambatnya pemulihan.
h.
Cenderung menghindari latihan/pertandingan.
2. Pencegahan lewat fitness
Fitness secara terus
menerus mampu mencegah cedera para atlet baik cedera otot, sendi dan tendon,
serta mampu bertahan untuk pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.
a.
Strength
Otot lebih kuat bila
dilatih, beban waktu latihan harus cukup sesuai nomor yang diinginkan, untuk
latihan sifatnya individual, otot yang dilatih benar tidak mudah cedera.
b. Daya tahan
Ini meliputi endurance
otot, paru danjantung, daya tahan yang baik berarti tidak cepat lelah, karena
kelelahanmengundang cedera.
c. Pencegahan lewat makanan
Nutrisi yang baik akan
mempunyai andil mencegah cedera karena memperbaiki proses pemulihan kesegaran
diantara latihan-latihan.
Makanan harus memenuhi
tuntutan gizi yang dibutuhkan atlet sehubungan dengan latihannya.
Atlet harus makan makanan
yang mudah dicerna yang berenergi tinggi, kira-kira 2,5 jam menjelang
latihan/pertandingan.
d. Pencegahan lewat Warm-up
Ada 3 alasan kenapa
warm-up harus dilakukan :
v Untuk melenturkan
(stretching) otot tendon, dan ligament utama yang akan dipakai.
v Untuk menaikkan suhu
badan terutama bagian dalam seperti otot dan sendi.
v Untuk menyiapkan
atlet secara fisik dan mental menghadapi tugasnya.
e.
Pencgahan lewwat lingkungan
Banyak terjadi bahwa cedera karena
lingkungan, seorang atlet jatuh karena tersandung sesuatu (tas, peralatan yang
tidak ditaruh secara baik) dan cedera. Haruslah memperhatikan peralatan dan
barang ditaruh secara benar dan baik agar tidak membahayakan.
f.
Peralatan
Peralatan yang standard punya peranan
penting dalam mencegah cedera. Kerusakan alat sering menjadi penyebab cedera
pula contoh sederhana sepatu. Sepatu adalah salah satu bagian peralatan dalama
berolahraga yang mendapat banyak perhatian para ahli. Masing-masing cabang
olahraga ummumnya mempunyai model sepatu dengan cirinya sendiri. Yang paling
banyak dibicarakan adalah sepatu olahraga lari. Hal ini dihubungkan dengan
dominannya olahraga lari, baik yang berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari
olahraga lain.
Sepatu yang baik sangat membantu kenyamanan
berolahraga dan dapat memperkecil resiko cedera olahraga.
Konstruksi sepatu
Sepatu lari yang baik mempunyai ciri-ciri
konstruksi sebagai berikut :
1.
Sol relatif tebal dan kuat,tetapi cukup elastik
sehingga mampu meredam benturan. Biasanya mempunyai permukaan yang tidak rata
(bergelombang atau berkembang-kembang).
2.
Tumit harus sedikit lebih tinggi dari bagian
depan ½ inci (1,3 cm).
3.
Bagian belakang “counter” ditinggikan sedikit
sebagai “achilles pad”dengan tujuan mencegah cedera tendon achilles (bersama
dengan poin 2).
4.
Terdapat “arch
support” yang baik.
5.
Harus cukup fleksibel, dapat dibengkokkan
ddengan mudah.
6.
“Heel
counter” harus kuat dan kaku.
7.
Berat sepatu sekitar 238-340 gram.
Sepatu yang pas,
jika jarak antara ujung jari kaki dengan bagian depan sepatu selebar satu jari
tangan (1,5 cm). bagian yang lebar dari kaki pas dengan bagian lebar dari
sepatu, serta tumit “terpegang” dengan pas pada “counter” (bagian belakang)
sepatu. Pengepasan sepatu harus dengan memakai kaos kaki ( harus cukup empuk
dan tebal) yang biasa digunakan..
g. Medan
Medan
dalam menggunakan latihan/petandingan mungkin alam, mungkin buatan/sintetik,
keduanya menimbulkan masalah. Alam dapat selalu berubah-ubah karena iklim,
sedang sinteik yang telah banyak dipakai juga dapat rusak, yang terpenting
atlet mampu menghalau dan mengantisipasi hal-hal penyebab cedera.
h. Pencegahan lewat pakaian
Pakaian
sangat tergantung selera tetapi haruslah dipilih dengan benar, kaos,celana,
kaos kaki, ini sama juga perlu mendapat perhatian, misalnya celana kalau
terlalu ketat dan tidak elastis maka dalam melakukan gerakan juga tidak bebas.
Khususnya atletik, sehingga menyebabkan lecet-lecet pada daerah selakangan,
bahkan akan mempengaruhi penampilan atlet.
i. Pencegahan lewat pertolongan
Setiap
cedera memberi kemungkinan untuk cedera lagi yang sama atau yang lebiih berat
lagi, masalahnya ada kelemahan otot yang berakibat kurang stabil atau kelainan
anatomi, ketidak stabilan tersebut penyebab cedera berikutnya, dengan demikian
dalam menangani atau pemberian pertolongan harus kondisi benar dan rehabilitasi
yang tepat pula.
j. Implikasi terhadap pelatih
sikap
tanggung jawab dan sportifitas pelatih, official, tenaga kesehatan dan atletnya
sendiri secara bersama-sama. Yakinkan bahwa atlet memang siap untuk tampil,
bila tidak janganlah mencoba-coba untuk ditampilkan dari pada mengundang
permasalahan. Sebagai pelatih juga perlu memikirkan masa depan atlet merupakan
faktor yang lebih penting.
BAB III
KESIMPULAN
ü Cedera adalah suatu
akibat dari pada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh
atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh untuk mengatasinya gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat
atau jangka lama.
ü Sport Injuries ialah
segala macam cidera yang timbul, baik
pada waktu latihan maupun pada waktu berolahraga (pertandingan) ataupun
sesudahnya, dan tulang, otot, tendon, serta ligamentum
ü Dipertegas bahwa
hasil suatu tenaga atau kekuatan yang berlebihan ditimpahkan pada tubuh atau
sebagian tubuh sehingga tubuh atau bagian tubuh tersebut tidak dapat menahan
atau menyesuaikan diri.
ü Cedera olahraga
adalah rasa sakit yang dirtimbulkan karena
olahraga,sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada otot atau sendi
serta bagian lain dari tubuh.
Ø Strain adalah cedera
yang menyangkut cedera otot atau tendon.
Ø Sprain adalah cedera
yang menyangkut cedera ligament
Ø Klasifikasi cedera olahraga
ada 3 macam :
·
Cedera tingkat 1 (ringan)
Contoh : lecet,
memar (sprain ringan)
·
Cedera tingkat 2 (sedang)
Contoh : lebar otot,
strain otot-tendon, robeknya ligament.
DAFTAR
PUSTAKA
Andun
Sudijandoko, 1995, Pola Rehabilitasi Atlet Yang Cedera, IKOR. UNAIR, Surabaya.
Bayu
Santoso, 1994. Cedera olahraga Konggres Nasional III. Perdosri, Surabaya.
Brukner
Peter, 1993. Clinical Sports Medicine, Sydney, Australia.
Djoko
Roshadi, 1995. Aspek Orthopaedi Pada Usia Lanjut. Bedah Orthopaedi, Unair.Surabaya
Entjang
Indah, 1991. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Hairy
junusul, 1999. Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan. Depdikbud Dir Digutentis,
Jakarta.
Krismanto,
1994. Cedera Olahraga Dan Pertolongan Pertama, Symposium Cedera
Olahraga,
Pedosri,
Surabaya.
Sukrna
I.P. 1994. Penyebab Cedera Olahraga. Lab. UPF Ilmu Bedah FK. Unair
Surabaya.
Soemardiawan. 2014. Modul
Perawatan Cedera Olahraga. PSKGDJ
FPOK IKIP Mataram, Mataram.
Thamrinsyam,
1994. Pandangan Umum Cedera Olahraga, Simposium Sport Medicine,
Surabaya.
No comments:
Post a Comment