MODUL
PERAWATAN DAN PENCEGAHAN
CEDERA
OLAHRAGA
Program
Sarjana Kependidikan Guru Dalam Jabatan
PSKGDJ
FPOK IKIP Mataram
Disusun Oleh :
SOEMARDIAWAN M,Pd
ABU BAKAR, S.Pd
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN
PENDIDIKAN OLAHRAGA
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN
KESEHATAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
Atas
berkat rahmat Allah SWT, kami telah berhasil menyelesaikan modul yang berjudul
“Perawatan dan Pengobatan Cedera Olahraga”. Modul ini merupakan buku panduan
yang dapat digunakan mahasiswa- mahasiswa jurusan pendidikan olahraga dan
dialokasikan secara khusus pada Program Sarjana Kependidikan Guru Dalam
Jabatan (PSKGDJ) FPOK IKIP Mataram.
Modul ini disusun untuk membantu
mahasiswa khususnya jenjang strata satu guna memahami beberapa pokok bahasan
yang terkait dengan perawatan dan pengobatan cedera dalam olahraga maupun
masalah lain yang menjadi faktor-faktor yang terlibat.
Pada kesempatan yang baik ini,
kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para mahasiswa yang
dapat memanfaatkan modul ini sebagai buku panduannya dalam belajar.
Modul ini akan terus
disempurnakan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan sangat dinamis. Kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan materi
di dalamnya.
Mataram
, Mei 2014
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ........................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................... ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii
A. PENDAHULUAN............................................................................... 1
B. TUJUAN
INSTRUKSIONAL............................................................ 1
C. MATERI
BELAJAR............................................................................ 2
Kegiatan Belajar
1
BAB I Pengertian
Cedera.................................................................. 2
Rangkuman ....................................................................................... 6
Kegiatan Belajar
2
BAB II Tingkatan
Cedera Olahraga.................................................. 7
A. Klasifikasi Cedera Olahraga.................................................. 7
B. Strain dan
Sprain................................................................... 9
Rangkuman................................................................................ 10
Kegiatan Belajar 3
BAB III Penyebab dan Pencegahan Pada Cedera Olahraga............ 12
A.
Penyebab Terjadinya Cedera................................................. 12
B.
Pencegahan Cedera................................................................ 15
Rangkuman ................................................................................. 19
Kegiatan Belajar 4
BAB VI Perawatan dan Penanganan Cedera
Olahraga................... 21
A.
Penanganan Perdarahan ......................................................... 21
B.
Penanganan Pertama .............................................................. 22
C.
Penanganan Rehabilitasi Medik.............................................. 22
Rangkuman .................................................................................. 28
Kegiatan Belajar 5
BAB V Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan PPPK (P3K)........ 29
A.
Perdarahan yang Hebat .......................................................... 31
B.
Pernafasan yang Berhenti........................................................ 32
C.
Keracuran ............................................................................... 36
D.
Gangguan Keadaaan Umum................................................... 37
Rangkuman .................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA
PERAWATAN DAN PENCEGAHAN CEDERA
A.
PENDAHULUAN
Perawatan dan pencegahan cedera
di perguruan tinggi. Khususnya para mahasiswa pendidikan jasmani, modul ini
mengantar anda agar mampu melaksanakan dan faham tentang prinsip-prinsip,
faktor-faktor perawatan pencegahan cedera dalam olahraga serta dapat
mempraktekkannya pada saat menempuh perkuliahan maupun setelah lulus dan
menjadi guru pendidikan jasmani di sekolah.
B.
Tujuan
Instruksional
Setelah anda mempelajari modul
ini anda diharapkan dapat :
Ø
Menjelaskan pengertian
cedera.
Ø
Mengenal secara
mendalam tentang tingkatan cedera olahraga.
Ø
Dapat menjelaskan penyebab dan pencegahan pada
cedera olahraga.
Ø
Mampu menyampaikan
informasi dan menunjukkan tata cara memberikan demonstrasi perawatan dan
penanganan cedera olahraga.
Ø
Mampu mendemonstrasikan
PPPK.
|
C.
MATERI
BELAJAR
KEGIATAN BELAJAR
1
BAB I PENGERTIAN CEDERA
Sport
Injuries ialah segala
macam cidera yang timbul, baik pada
waktu latihan maupun pada waktu berolahraga (pertandingan) ataupun sesudahnya,
dan tulang, otot, tendon, serta ligamentum. Olahraga bertujuan untuk
menyehatkan badan, memberi kebugaran jasmani selama cara-cara melakukannya
sudah dalam kondisi yang benar. Apakah semua macam olahraga bisa menimbulkan
cedera?, tentu ini tergantung dari macamnya olahraga, dari olahraga jalan
santai, tenis meja (pimpong), balapan
(racing), tentu memberikan resiko yang berbeda.
Adapun
pengertian cidera dapat diartikan sebagai suatu akibat daripada gaya-gaya yang
yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan
tubuh untuk mengatasinya, gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau
jangka lama.
Seseorang
melakukan olahraga dengan tujuan untuk mendapatkan kebugaran jasmani, kesehatan
maupun kesenangan bahkan ada yang sekedar hobby,sedang atlet baik amatir dan
profesional selalu berusaham mencapai
prestasi sekurang-kuragnya utuk menjadi juara tidak menutup kemungkinan akan
mengalami cidera. Namun adapun beberapa faktor yang mempunyai peran perlu
diperhatikan agar dapat memperkecil cidera antara lain:
1.
Usia Kesehatan Kebugaran
Menurut pengetahuan yang ada pada
saat ini, apa yang disebut proses digenerasi mulai berlangung pada usia 30 tahun, dan fungsi tubuh akan berkurang 1%
pertahun (Rule of One), ini berarti
bahwa kekuatan dan kelentukan jaringan akan mulai berkurang akibat proses
degenerasi, selain itu jaringan jadi rentan terhadap trauma. Untuk
mempertahankan kondisi agar tidak terjadi pengurangan fungsi tubuh akibat
degenerasi, maka “exercise”/latihan
sangat diperlukan guna mencegah timbulnya Atrofi, dengan demikian jelas bahwa
usia memegang peranan.
2. Jenis Kelamin
Sistem hormon dalam tubuh pria
berbeda dengan wanita, demikian pula bentuk tubuh, mengingat perbedaan dan
perubahan fisik, maka tidak semua jenis olahraga cocok untuk semua golongan,
usia/jenis kelamin. Hal ini apabila dipaksakan, maka akan timbul cedera yang
sifatnya pun juga tertentu untuk jenis olahraga tertentu.
3.
Jenis Olahraga
Kita tahu bahwa tiap macam
olahraga; apapun jenisnya, mempunyai peraturan permainan tertentu dengan tujuan
agar tidak menimbulkan cedera, peraturan tersebut merupakan salah satu upaya
mencegahnya.
4.
Pengalaman Teknik Olahraga
Untuk melaksanakan olahraga yang
baik agar tujuan tertentu tercapai perlupersiapan dan latihan antara lain:
-
Metode atau cara latihanya
-
Tekniknya agar tidak terjadi “over use”
5.
Sarana/Fasilitas
Walaupun telah diusahakan dengan
baik kemungkinan cedera masih mungkin timbul akibat sarana yang kurang memadai.
6.
Gizi
Olahraga memerlukan tenaga dan
untuk itu perlu gizi yang baik, selain itu gizi menentukan kesehatan dan
kebugaran.
Dalam
ilmu kedokteran sangat jelas bahwa dengan olahraga yang teratur memegang
peranan untuk memperoleh badan yang sehat, menghindari penyakit-penyakit
seperti penyakit jantung, serta menunda proses-proses degeneratif yang tidak
bisa dihindari oleh proses penuaan. Keadaan akan pentingnya serta keuntungan
yang diakibatkan oleh olahraga adalah sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi
sosial dan ekonomi bila kita menilai beragam olahraga, ada permainan-permainan
tertentu yang yang bersifat kompetitif untuk dipertandingkan dimana
masing-masing individu harus bisa mencapai prestasi maksimal untuk mencapai
kemenangan, ini yang sering mengundang terjadinya cedera olahraga, namun dapat
dihindari bila faktor-faktor penyebab serta peralatan olahraga tersebut
diperhatikan.
Kegiatan
olahraga sekarang ini benar-benar telah menjadikan bagian masyarakat kita, baik
masyarakat atau golongan dengan sosial ekonomi yang rendah sampai yang lebih
baik, telah menyadari kegunaan akan pentingnya latihan-latihan yang teratur
untuk kesegaran dan kesehatan jasmani
dan rohani. Seperti apayang diungkapkan Hippocrates (460-377 S M), bila tiap
individu memperoleh makanan yang cukup dan latihan yang cukup pula, tidak
terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, kita akn memperoleh kesehatan dengan
cara yang aman.
Kegiatan
olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan bukan
hanya olahraga prestasi/komkpetisi, tetapi juga olahraga untuk kebugaranjasmani
secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi,
tetapi juga member keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu
kegiatan olahraga pada waktu ini semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan
dengan meningkatnya aktivitas olahraga tersebut, korban cedera olahraga terus
bertambah. Amat disayangkan jika justru cedera olahraga tersebut, para pelaku
olahraga sulit meningkatkan atau mempertahankan prestasi atau kebugarannya.
“ Cedera
olahraga” adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga
dapat menimbulkan cacat, luka, dan rusak pada otot atau sendi serta bagian
lain dari tubuh.
|
Cedera
olahraga apabila tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan
gangguan atau keterbatasan fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup
sehari-hari maupun melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi
atlet ini bisa berarti istirahat yang
cukup lama atau ba hkan harus meninggalkan sama sekali hobby atau profesi itu.
Oleh sebab itu dalam penanganan cedera olanghraga harus dilakukan secara tim
yang multidisipliner.
Lebih
dari 2.000 tahun yang lalu Hipocrates menulis:
“if we could give every individual the right
a mount of naurisment and exercise, not too little and not too much, we would have found the safest way
to health”
Dapat
dipertegas bahwa hasil suatu tenaga atau kekuatan yang berlebihan dilimpahkan
pada tubuh atau sebagian tubuh sehingga tubuh atau bagian tubuh tersebut tidak
dapat menahan atau meneyesuaikan diri.
Harus
diingat bahwa seemua orang dapat terkena celaka yang bukan karena kegiatan
olahraga, biarpun kita telah berhati-hati masih juga celaka, tetapi bila kita
berhati-hati kita akan bisa mengurangi resiko cedera tersebut.
Cedera
olahraga dapat digolongkan dalam 2 kelompok besar :
1.
Kelompok kerusakan traumatik ( traumatic disruption) seperti :
Lecet, lepuh, memar, leban otot,
luka, “stram” otot, “sprain” sendi, dislokasi sendi, patah tulang, trauma
kepala-leher-tulang belakang, trauma tulang pinggul, trauma pada dada, trauma
pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.
2. Kelompok “
sindroma penggunaan berlebihan” (overuse syndromes), yang lebih spesifik
berhubungan dengan jenis olahraganya seperti, tenis elbow, golfer’s elbow,
swimwer’s shoulder, jumper’s knee, stress fracture pada tungkai dan dahi.
Rangkuman
ü Cedera
adalah suatu akibat dari pada gaya-gaya yang bekerja pada tubuh atau sebagian
daripada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan tubuh
untuk mengatasinya gaya-gaya ini bisa
berlangsung dengan cepat atau jangka lama.
ü Sport
Injuries ialah segala
macam cidera yang timbul, baik pada
waktu latihan maupun pada waktu berolahraga (pertandingan) ataupun sesudahnya,
dan tulang, otot, tendon, serta ligamentum
ü Dipertegas
bahwa hasil suatu tenaga atau kekuatan yang berlebihan ditimpahkan pada tubuh atau
sebagian tubuh sehingga tubuh atau bagian tubuh tersebut tidak dapat menahan
atau menyesuaikan diri.
ü Cedera
olahraga adalah rasa sakit yang dirtimbulkan
karena olahraga,sehingga dapat menimbulkan cacat, luka dan rusak pada
otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.
KEGIATAN BELAJAR
2
BAB II TINGKATAN
CEDERA OLAHRAGA
Didalam
menangani cedera olahraga (sport injury) agar terjadi pemulihan seorang atlit
untuk kembali melaksanakan kegiatan dan kalau perlu keprestasi sebelum cedera. Kita
ketahui bahwa penyembuhan penyakit atau cedera memerlukan waktu penyembuhan
yang secara alamiah tidak akan sama untuk semua/atau bermacam alat (organ) atau
system jaringan di tubuh kita, selain itu juga penyembuhan juga tergantung dari
derajat kerusakan yang diderita oleh jaringan, cepat lambat serta ketepatan
penanggulangan secara dini.
Dengan
demikian peranan seseorang yang berkecimpung dalam kedokteran olahraga perlu
bekal pengetahuan mengenai penyembuhan luka serta cara memberikan terapi agar
tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah, sehingga penyembuhan serta
pemulihan fungsi, alat dan sistem anggota yang cedera dapat dicapai dalam waktu
singkat, uintuk mencapai prestasi kembali, maka latihan untuk pemulihan dan
peningkatan prestasi sangat diperlukan, untuk mempertahankan kondisi jaringan
yang cedera agar tidak terjadi pengecilan otot (atropi).
Agar
selalu tepat dalam menangani kasus cedera maka sangat diperlukaan adanya
pengetahuan atau tingkatan-tingkatan cedera, sehingga akan tepat dalam
menangani dan penyembuhan pada seseorang cedera olahraga, adapun tingkatan
tersebut adalah :
A. Klasifikasi Cedera Olahraga
1.
Macam-macam cidera olahraga berdasarkan penyebabnya
a.
External
violence
adalah cidera yang timbul atau terjadi karena pengaruh atau sebab yang berasal
dari luar
b.
Internal
violence
adalah cedera yang terjadi karena kesalahan koordinasi otot-otot dan sendi yang
kurang sempurna sehingga menimbulkan gerakan-gerakan yang salah dan
mengakibatkan cidera
c.
Over-use (pemakaian
terus-menerus/terlalu lelah cidera ini timbul karena pemakaian otot yang
berlebihan atau terlalu lelah.
2.
Macam-Macam Cidera Olahraga Berdasarkan Berat Dan Ringannya
a.
Cidera ringaan ialah cedera yang
tidak diikuti kerusakan yang berarti
pada jaringan tubuh kita misalnya: kekakuan dan kelelahan otot.
b.
Cidera berat ialah cidera yang serius , dimana
pada cidera tersebut kita jumpai padanya kerusakan jaringan pada tubuh kita
misalnya: robeknya pada otot patah tulang, ligamentum dan kriteria cidera berat
1)
Kehilangan substansi atau
kontinuitas.
2)
Rusaknya atau robeknya pembuluh
darah peradangan setempat ditandai dengan kalor = panas, rubor = merah, tumor =
bengkak, dolor = nyeri, fungsi-olesi tidak dpt dipergunakan
3. Secara umum
cedera olahraga diklasifikasikan menjadi 3 macam,yaitu :
1. Cedera tingkat 1 (cedera
ringan)
Pada cedera ini penderita tidak
mengalami keluhan yang serius, namun dapat mengganggu penampilan atlit,
misalnya : lecet, memar, sprain yang ringan.
2. Cedera
tingkat 2 (cedera sedang)
Pada cedera tingkatan kerusakan
jaringan lebih nyata ; berpengaruh pada reformance atlet, keluhan bisa berupa
nyeri, bengkak, gangguan fungsi tanda-tanda inplamsi misalnya : lebar otot,
straing otot, tendon-tendon, robeknya ligamen (sprain grade II).
3. Cedera
tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlet
perlu penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin perlu tindakan
bedah, terdapat pada robkan lengkap liamen (sprain
gade III dan IV/sprain fracture)
fraktur tulang.
B. STRAIN DAN SPRAIN
Strain dan sprain adalah kondisi
yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
1. Strain
Strain adalah menyangkut cedera
otot atau tendon.
Strain dapat dibagi atas 3
tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Strain tingkat ini tidak ada
robekan, hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun tidak ada penurunan kekuatan otot,
pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlet, misalnya strain dari otot
hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlet pelari jarak
pendek/sprinter, atau pada baseball pitcher, yang cukup terganggu dengan strain
otot-oto lengan atas meskipun hanya ringan karena dapat menurunkan endurance
(daya tahannya)
Gambar 1. Cedera
Hamstring
b. Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah
terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga mengurangi kekuatan.
c. Strain pada
tingkat 3 ini sudah ada rupture yang lebih hebat sampai komplit, ini diperlukan
tindakan bedah (repain) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.
2. Sprain
Sprain adalah cedera yang
menyangkut cedera ligamen. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Cedera sprain tingkat 1 ini hanya
terjadi robekan pada berupa serat ligamen, terdapat hematom kecil didalam
ligament tidak ada gangguan fungsi.
b. Tingakat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini
terjadi robekan lebih luas, tetapi minimal 50% masih baik. Hal ini sudah
terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan
terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu, untuk benar-benar
aman mungkin diperlukan waktu 4 bulan, seringkali terjadi para atlet memaksakan
diri sebelum selesainya waktu pemulihan belum berakhir, maka akibatnya akan
timbul cedera baru lagi.
c. Tingkat 3 (berat)
Cedera Sprain tingkat 3 ini
terjadinya robekan total atau lepasnya ligamen dari tempat lekatnya, dan fungsinya
terganggu secara total, maka sangat penting untuk segera mnempatkan kedua ujung
robekan secara berdekatan.
d. Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini
terjaddi akibat ligamennya terobek dimana tempat lekatnya pada tulang dengan
diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.
Rangkuman
Ø Strain
adalah cedera yang menyangkut cedera otot atau tendon.
Ø Sprain
adalah cedera yang menyangkut cedera ligament
Ø Klasifikasi
cedera olahraga ada 3 macam :
·
Cedera tingkat 1 (ringan)
Contoh
: lecet, memar (sprain ringan)
·
Cedera tingkat 2 (sedang)
Contoh
: lebar otot, strain otot-tendon, robeknya ligament.
·
Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Terdapat
robekan lengkap atau hamper lengkap pada otot.
Ø Strain
ada 3 tingkatan :
·
Strain tingkat 1 (ringan)
(Terdapat
inplamasi ringan).
·
Strain tingkat 2 (sedang)
(terdapat
kerusakan pada otot/tendon)
·
Strain tingkat 3 (berat)
(ruptur
lebih hebat sampai komplit)
Ø Sprain
ada 4 tingkatan :
·
Sprain tingkat 1 (ringan)
(terdapat
robekan pada beberapa serat ligamen dan hematom kecil)
·
Sprain tingkat 2 (sedang)
(terdapat
robekan lebih luas, perlu pengembalian/ mobilisasi/perawatan 6-10 minggu.
·
Sprain tingkat 3 (berat)
(terdapat
robekan secara total/lepasnya ligamen dari tempat melekatnya).
·
Sprain tingkat 4 (sprain fraktur)
(terobeknya
ligamen dan lepasnya tulang).
KEGIATAN BELAJAR
3
BAB III PENYEBAB DAN PENCEGAHAN PADA CEDERA OLAHRAGA
Cedera
olahraga perlu diperhatikan, terutama para pelatih, guru pendididikan jasmani,
maupun pemerhati olahraga khususnya yang mempuunyai atlet cedera olahraga.
Sekarang
kita hendaknya kita satukan bahasa dulu bahwa yang paling sentral dalam
pengelolaan cedera bukanlah tenaga medis tetapi pelatih olahraga yaitu orang
yang paling dekat dengan atlet. Sebaik apapun tim medis disiapkan akan kalah
baik daripada apabila kita menyiapkan para pelatih olahraga yang tahu betul
tentang olahraga.
Pulih tidaknya cedera sebagian besar
tergantung tindakaan pertama pada cedera. Cedera ringan tidak kalah
berbahayanya dari cedera berat terhadap masa depan atlet. Dalam rangka
persiapan menghadapi suatu event, mengistirahatkan atlet boleh dikatakan
mustahil, karena waktu yang tersedia selalu terbatas. Disinilah muncul seni yang tinggi tentang pengelolaan
atlet yang cedera
Pelatih harus menyadari bahwa tiap
olahraga mempunyai kecendrungan cedera yang berbeda, sebagai pelatih haruslah
mengetahui cara pencegahan ataupun pertolongan pertama secara benar.Banyak
sekali penyebab-penyebab cedera olahraga yang perlu dipehatikan, sehingga para
atlet dapat menepis atau menghindari kecendrungan untuk cedera olahraga.
A.
Penyebab
Terjadinya Cedera
Beberapa
faktor-faktor penting yang ada perlu diperhatikan sebagai penyebab cedera
olahraga.
1.
Faktor olahragawan/wati. Faktor
Ini meliputi beberapa faktor manusia itu sendiri antara lain :
a. Umur
Faktor umur
sangat menentukankarena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan jaringan.
Misalnya, pada umur 30-40 raluman kekuatan otot akan relatif menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada
usia 30 tahun.
Kegiatan-kegiatan
fisik mencapai puncaknya pada usia 20-40 tahun.
b. Faktor
Pribadi
Kematangan
(motoritas) seseorang olahraga akan lebih mudah dan sering mengalami cedera
dibandingkan dengan olahragawan yang telah berpengalaman.
c. Pengalaman
Bagi atlet yang
baru terjun akan lebih mudah terkena cedera dibandingkan dengan
olahragawan/atlet yang telah berpenglaman.
d. Tingkat
latihan
Betapa penting
peran latihan-latihan yaitu pemberian
awal dasar latihan fisik untuk menghindari terjadinya cedera, namun sebaiknya
latihan yang terlalu keras berlebihan bisa mengakibatkan cedera karena
“overuse”.
e. Teknik
Perlu diciptakan
tehnik yang benar. Dalam melakukan tehnik salah maka akan dapat menyebabkan
cedera.
f. Kemampuan
awal (Warming up)
Kecendrungan
tinggi apabila tidak dilakukan pemanasan, sehingga terhindar dari cedera yang
tidak diinginkan misalnya, terjadi sprain, strain ataupun ruptur tendon dan
lain-lain.
Gambar 2. Warming Up
g. Recovery period
Memberi waktu
istirahat daripada organ-organ tubuh termasuk sistem muskuloskeletal setelah
dipergunakan untuk bermain, perlu untuk recoveri (pulih asal), dimana kondisi
organ-organ itu menjadi prima lagi, dengan demikian kemungkinan terjadinya
cedera bisa dihindari.
h. Kondisi tubuh
yang “fit”
Kondisi yang
kurang sehat, sebaiknya tidak dipaksakan untuk berolahraga, karena kondisi
semua jaringan dipengaruhi sehingga mempercepat atau mempermudah terjadinya
cedera.
i. Keseimbangan
nutrisi
Baik berupa kalori, cairan, vitamin yang
memadahi untuk kebutuhan tubuh yang sentral.
j. Hal-hal yang
umum
Tidur istirahat
yang cukup, hindari alkohol, rokok dan lain.
2.
Peralatan dan Fasilitas
a. Peralatan
: bila kurang atau tidak memadahi, design yang jelek dan kurang baik memudah
terjadinya cedera.
b. Fasilitas
: kemungkinan alat-alat proteksi badan, jrnis olahraga yang bersifat body contack, serta jenis-jenis olahraga
yang khusus.
c.
Faktor karakter daripada olahraga
Masing-masing
cabang olahraga mempunyai tujuan tertentu, suatu misal olahraga yang kompetitif,
biasanya mengundang cedera olahraga dan sebagainya, ini semua harus diketahui
sebelumnya.
B. Pencegahan
Cedera
Mencegah lebih
baik daripada mengobati hal ini tetap merupakan kaidah yang harus dipegang
teguh. Banyak cara pencegahan tampaknya biasa-biasa saja tetapi masing-masing
tetaplah memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan.
1.
Pencegahan lewat keterampilan
Andil
besar keterampilan dalam pencegahan cedera telah terbukti, karena penyiapan
atlet, dan resikonya harus dipikirkan lebih awal, untuk itu para atlet sangat
perlu ditumbuhkan kemampuan untuk bersikap wajar/relaks. Dalam meningkatkan
atlet tidak cukup keterampilan tentang kemampuan fisik saja namun termasuk
kemampuan daya pikir, membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan
mengurangi resiko
Pelatih
juga harus mampu mengenali tanda-tanda kelelahan pada atletnya, serta harus
dapat mengurangi dosis latihan sebelum cedera timbul.
a.
Mengurangnya antusiasme atau
kurang tanggap.
b.
Kulit dan otot terasa mengembang.
c.
Kehilangan selera makan.
d.
Gangguan tidur, sampai bangun
masih terasa lelah.
e.
Meningkatnya frekuensi jantung
saat istirahat.
f.
Penurunan berat badan.
g.
Melambatnya pemulihan.
h.
Cenderung menghindari
latihan/pertandingan.
2.
Pencegahan lewat fitness
Fitness
secara terus menerus mampu mencegah cedera para atlet baik cedera otot, sendi
dan tendon, serta mampu bertahan untuk pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.
a.
Strength
Otot
lebih kuat bila dilatih, beban waktu latihan harus cukup sesuai nomor yang
diinginkan, untuk latihan sifatnya individual, otot yang dilatih benar tidak
mudah cedera.
b. Daya tahan
Ini
meliputi endurance otot, paru danjantung, daya tahan yang baik berarti tidak
cepat lelah, karena kelelahanmengundang cedera.
c. Pencegahan lewat makanan
Nutrisi
yang baik akan mempunyai andil mencegah cedera karena memperbaiki proses
pemulihan kesegaran diantara latihan-latihan.
Makanan
harus memenuhi tuntutan gizi yang dibutuhkan atlet sehubungan dengan
latihannya.
Atlet
harus makan makanan yang mudah dicerna yang berenergi tinggi, kira-kira 2,5 jam
menjelang latihan/pertandingan.
d. Pencegahan lewat Warm-up
Ada
3 alasan kenapa warm-up harus dilakukan :
v Untuk
melenturkan (stretching) otot tendon, dan ligament utama yang akan dipakai.
v Untuk
menaikkan suhu badan terutama bagian dalam seperti otot dan sendi.
v Untuk
menyiapkan atlet secara fisik dan mental menghadapi tugasnya.
e. Pencgahan
lewwat lingkungan
Banyak terjadi bahwa cedera karena
lingkungan, seorang atlet jatuh karena tersandung sesuatu (tas, peralatan yang
tidak ditaruh secara baik) dan cedera. Haruslah memperhatikan peralatan dan
barang ditaruh secara benar dan baik agar tidak membahayakan.
f. Peralatan
Peralatan yang standard punya peranan
penting dalam mencegah cedera. Kerusakan alat sering menjadi penyebab cedera
pula contoh sederhana sepatu. Sepatu adalah salah satu bagian peralatan dalama
berolahraga yang mendapat banyak perhatian para ahli. Masing-masing cabang
olahraga ummumnya mempunyai model sepatu dengan cirinya sendiri. Yang paling
banyak dibicarakan adalah sepatu olahraga lari. Hal ini dihubungkan dengan
dominannya olahraga lari, baik yang berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari
olahraga lain.
Sepatu yang baik sangat membantu kenyamanan
berolahraga dan dapat memperkecil resiko cedera olahraga.
Konstruksi sepatu
Sepatu lari yang baik mempunyai ciri-ciri
konstruksi sebagai berikut :
1.
Sol relatif tebal dan kuat,tetapi
cukup elastik sehingga mampu meredam benturan. Biasanya mempunyai permukaan
yang tidak rata (bergelombang atau berkembang-kembang).
2.
Tumit harus sedikit lebih tinggi
dari bagian depan ½ inci (1,3 cm).
3.
Bagian belakang “counter”
ditinggikan sedikit sebagai “achilles pad”dengan tujuan mencegah cedera tendon
achilles (bersama dengan poin 2).
4.
Terdapat “arch support” yang baik.
5.
Harus cukup fleksibel, dapat
dibengkokkan ddengan mudah.
6.
“Heel counter” harus kuat dan kaku.
7.
Berat sepatu sekitar 238-340
gram.
Gambar 3. Jenis/bentuk
sepatu
Sepatu
yang pas, jika jarak antara ujung jari kaki dengan bagian depan sepatu selebar
satu jari tangan (1,5 cm). bagian yang lebar dari kaki pas dengan bagian lebar
dari sepatu, serta tumit “terpegang” dengan pas pada “counter” (bagian belakang)
sepatu. Pengepasan sepatu harus dengan memakai kaos kaki ( harus cukup empuk
dan tebal) yang biasa digunakan..
g. Medan
Medan dalam menggunakan latihan/petandingan
mungkin alam, mungkin buatan/sintetik, keduanya menimbulkan masalah. Alam dapat
selalu berubah-ubah karena iklim, sedang sinteik yang telah banyak dipakai juga
dapat rusak, yang terpenting atlet mampu menghalau dan mengantisipasi hal-hal
penyebab cedera.
h. Pencegahan
lewat pakaian
Pakaian sangat tergantung selera tetapi
haruslah dipilih dengan benar, kaos,celana, kaos kaki, ini sama juga perlu
mendapat perhatian, misalnya celana kalau terlalu ketat dan tidak elastis maka
dalam melakukan gerakan juga tidak bebas. Khususnya atletik, sehingga
menyebabkan lecet-lecet pada daerah selakangan, bahkan akan mempengaruhi
penampilan atlet.
i. Pencegahan
lewat pertolongan
Setiap cedera memberi kemungkinan untuk
cedera lagi yang sama atau yang lebiih berat lagi, masalahnya ada kelemahan
otot yang berakibat kurang stabil atau kelainan anatomi, ketidak stabilan
tersebut penyebab cedera berikutnya, dengan demikian dalam menangani atau
pemberian pertolongan harus kondisi benar dan rehabilitasi yang tepat pula.
j. Implikasi
terhadap pelatih
sikap tanggung jawab dan sportifitas
pelatih, official, tenaga kesehatan dan atletnya sendiri secara bersama-sama.
Yakinkan bahwa atlet memang siap untuk tampil, bila tidak janganlah
mencoba-coba untuk ditampilkan dari pada mengundang permasalahan. Sebagai
pelatih juga perlu memikirkan masa depan atlet merupakan faktor yang lebih
penting.
Rangkuman
Ø Faktor-faktor
penting dalam penyebab cedera olahraga ada 3 faktor, yaitu :
· Faktor
olahragawan/wati
· Faktor
peralatan dan fasilitas
· Faktor
karakter dari pada olahraga
Ø Pencegahan
cedera memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan antara lain :
· Pencegahan
lewat keterampilan dan Pencegahan lewat fitness
· Pencegahan
lewat makanan dan Pencegahan lewat warming
up
· Pencegahan
lewat lingkungan dan Pencegahan lewat peralatan
· Pencegahan
lewat medan dan Pencegahan lewat pakaian
· Pencegahan
lewat pertolongan
Ø Implikasi
terhadap pelatih Perlunya tanggung jawab pelatih, official, tenaga kesehatan
dan atlet, tentang sportifitas kalau cedera tidak perlu memaksakan kehendak
untuk tampil perlunya pertimbangan akibat cedera.
KEGIATAN BELAJAR
4
BAB VI PERAWATAN DAN PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA
Dalam
melakukan perawatan dan penanganan cedera olahraga terlebih dahulu mengetahui,
dan apa yang harus dikerjakan. Ada tidakkah perdarahan, fraktur tulang (patah
tulang) dan sebagainya, atau mungkin kerusakan jaringan lunak yang sering
terjadi dalam olahraga, bahkan mungkin terjadi kerusakan pembuluh darah kecil
atau besar (perdarahan di bawah kulit) di daerah itu, bila ini terjadi aka nada
warna ungu, nyeri dan bengkak.
A.
Penanganan
Perdarahan
Penanganan
cedera dinilai lewat tingkatan cedera berdasarkan adanya perdarahan lokal.
1.
Akut (0-24 jam)
Kejadian cedera antara saat kejadian
sampai proses perdarahan berhenti, biasanya 24 jam, pertolongan yang benar
dapat mempersingkat periode ini.
2.
Sub-akut (24-48 jam)
Masa akut telah berakhir, perdarahan
telah berhenti, tetapi bisa berdarah lagi. Bila pertolongan tidak benar dapat
kembali ke tingkat akut, berdarah lagi.
3.
Tingkat lanjut (48 jam sampai
lebih)
Perdarahan telah berhenti, kecil
kemungkinan kembali ketingkat akut, penyembuhan telah mulai. Dengan pertolongan
yang baik masa ini dapat dipersingkat, pelatih harus mahir dalam hal ini agar
tahu kapan harus meminta pertolongan dokter.
B.
Penanganan
Pertama
Pulihnya
atlit dan mampu aktif kembali sangat tergantung dan keputusan yang dibuat saat
terjadi cedera, serta pertolongan yang diberikan, bila dokter tidak ada,
pelatih terpaksa harus memutuskan sendiri, keadaan ini paling banyak berlaku.
Pelatih harus mampu memutuskan apakah atlet terus atau berhenti, untuk cedera
yang berat keputusannya menjadi sangat sulit. Bila regu istirahat atlit anda,
pelatih sebaiknya mampu melakukan pemeriksaan praktis secara fungsional di
lapangan.
C.
Penanganan
Rahabilitasi Medik
Pada
terjadinya cedera olahraga upaya rehabilitas medik yang sering digunakan adalah
:
1.
Pelayanan spesialistik
rehabilitasi medik
2.
Pelayanan fisioterapi
3.
Pelayanan alat bantu (ortesa)
4.
Pelayanan pengganti tubuh (protesa)
Penanganan rehabilitasi medik
harus sesuai dengan kondisi cedera.
a.
Penanganan rehabilitasi medik
pada cedera olahraga akut.
Cedera akut ini terjadidalam waktu 0 –
24 jam. Yang paling penting penanganannya adalah pertama evaluasi awal tentang
keadaan umum penderita, untuk menentukan apakah ada keadaan yang mengancam
kelangsungan hidupnya. Bila ada tindakan pertama harus berupa penyelamatan
jiwa. Setelah diketahui tidak ada hal yang membahayakan jiwanya atau hal
tersebut telah teratasi maka dilanjutkan upaya yang terkenal RICE, yaitu :
R
– Rest : Di istirahatkan, adalah tindakan pertolongan pertama yang
esensial penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. Dalam hal ini bagian yang cidera tidak boleh
dipakai atau digerakan, rest ini tujuan
sama dengan fungsiolesi, supaya perdarahan lekas berhenti dan mengurangi
pembengkakan
I – Ice : Terapi
dingin, gunanya mengurangi perdarahan dan meredakan rasa nyeri.
Tujuan
: Untuk menghentikan perdarahan penyempitan atau vasokontraksi sehingga
memperlambat aliran darah, Supaya perdaran darah lekas berhenti dan mengurangi
pembengkakan, dan Mengurangi sakit.
C – Comperation
: penekanan
atau balut tekan gunanya membantu mengurangi
pembekakan jaringan dan perdarahan lebih lanjut dan untuk mengurangi
pergerakan
E – Elevation : mengangkat bagian cidera lebih tinggi dari
letak jantung
Supaya pendarahan berhenti dan pembengkakan dapat segera berkurang,
karena aliran darah ke arteri menjadi lambat (melawan gaya gravitasi bumi)
sehingga perdarahan mudah berhenti, sedangkan aliran vena menjadi lancar
sehingga pembengkakan berkurang dan peninggian daerah cedera gunanya mencegah
stasis, mengurangi edema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
Jadi kesimpulan setelah cidera 24 jam sampai
dengan 36 jam, Setelah dijelaskan metode rice tahapan pertama sekarang
kita sampai pada tahapan kedua
pengobatan yaitu pemberian kompres
panas disebut juga dengan head
treadment tujuannya adalah menceraiberaikan traumatic
effusion (cairan plasma darah yang keluar dan masuk di sekitar tempat yang
cidera
b.
Penanganan rehabilitasi pada
cedera olahraga lanjut
Pada masa ini rehabilitasi tergantung
pada problem yang ada antara lain berupa :
1.
Pemberian modalitas terapi fisik
Terapi dingin Cara pemberian terapi
dingin :
a.
Kompress Dingin :
Tekhnik
potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu kompreskan pada
bagian yang cedera.
Lamanya
: 20 – 30 menit dengan interval kira-kira 10 menit.
b.
Massage es :
Tekhniknya
dengan menggosokkan es yang telah dibungkus dengan lama 5 – 7 menit, dapat
diulang dengan tenggang waktu 10 menit.
c.
Pencelupan/ peredaman :
Teknik
yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air dingin yang dicampur
es lamanya 10 – 20 menit.
d.
Semprot dingin :
Tekniknya
dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane kebagian tubuh yang
cedera.
2.
Terapi panas
Pada
umumnya tolerasi yang baik terhadap terapi panas adalah bila diberikan pad fase subakut dan kronis dari suatu cedera,
namun tetapi panas dapat pula diberikan pada keadaan akut. Panas yang kita
berikan ketubuh akan masuk atau berpenetrasi kedalamnya. Kedalam penetras ini tergantung pada jenis terapi panas yang
diberikan seperti yang terlihat pada tabel 4.1, di bawah ini.
Tabel 4.1 :
pembagian terapi panas menurut kedalaman penetrasinya.
Penetrasi
|
Macam
|
Contoh
|
Dangkal(superfisial)
|
Lembab/
Basah
|
Kompres
kain air panas “ Hydrocollator
pack” mandi uap panas “ parafifin wax bath” hydrotherapy
|
Dalam
(Deep)
|
Kering
Diatermi
|
Kompres
botol air panas
Kompres
bantal pemanas tenaga listrik
Lampu
merah infra
Diatermi
gelombang pendek
Diatermi
gelombang mikro
Diatermi
suara ultara
|
Secara ringkas efek pemberian
panas secara local dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2 :
Respon fisiologis terhadap panas.
1.
Panas menungkatkan efek
vaskulastik jaringan kolagen
2.
Panas mengurangi dan
menghilangkan rasa sakit
3.
Panas mengurangi kekakuan sendi
4.
Panas menguragi dan
menghilangkan spasme otot
5.
Panas meningkat sirkulasi darah
6.
Panas membantu resolusi
infiltrate radang, edema dan eksudasi
7.
Panas digunakan sebagai bagian
dari terapi kanker
|
3.
Terapi air (Hydrotherapy)
Pada
bagian kasus pemberian terapi air akan banyak menolong. Terapi air dipilih
karena adanya efek daya apung dan efek pembersih jenis terapi ini dapat kita
berikan dengan memakai bak atau kolam air. Tekhnik lain terapi air adalah
“contrast bath” yaitu dengan menggunakan dua buah bejana. Satu buah diisi air
hangat suhu 40.50 – 43.30 C dan satunya lagi diisi air
dingin dengan suhu 100 - 150
C anggota gerak yang cedera bergantian dengan waktu sebagai berikut :
H D H D H D H D
Waktu
8.10 2 34 1 34 1 34 1 dst
(menit)
Keterangan :
H :
hangat
D :
dingin
Lama waktu keseluruhan 25 – 35
4.
Perangsangan Listrik
Peangsangan
listrik mempunyai efek pada otot yang
normal maupun otot yang denervasi. Efek rangsangan listrik pada otot normal
antara lain relaksasi otot spasme, re-edukasi otot, mengurangi spastisitas dan
mencegah terjadinya trombolebitis. Sedang pada otot denervasi efeknya meliputi
menunda progerese atropi otot, memperbaiki sirkulasi darah dan nutrisi.
5.
Massage
Dengan
memberikan masase yang lembut dan ringan kurang lebih satu minggu setein akan
lah trauma mungkin akan dapat mengatasi rasa nyeri tersebut. Dengan syarat
diberikan dengan betul dengan dasar ilmiah akan efektif untuk mengurangi
bengkak dan kekakuan otot.
6.
Pemberian terapi latihan
Waktu
untuk memulai terapi latihan tergantung pada macam dan derajat cederanya. Pada
cedera otot misalnya terjadi kerusakan/ robekan serabut otot bagian central
memerlukan waktu pemulihan 3 kali lebih lama dibandingkan dengan robeknya otot
bagian perifer. Sedangakan cedera tulang persendian (ligamen) memerlukan waktu
yang lebih lama.
1.
Latihan luas gerak sendi
2.
Latihan peregangan
3.
lat ihan daya tahan
4.
latihan yang spesifik (untuk
masing-masing bagian tubuh
7.
Pemberian ortesa (alat bantu
tubuh)
Pada
terjadinya cedera olahraga yang akut
ortesa terutama berfungsi untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera,
sehingga membantu mempercepat proses penyembuhan dan melindungi dari cedera
ulangan. Pada fase berikutnya oresa dapat berfungsi lebih banyak antara lain :
ortesa leher, dan support pada anggota gerak bawah, mencegah ter jadinya
deformitas dan meningkatkan fungsi anggota gerak yang terganggu.
Gambar 4. Ortesa
Leher
8.
Pemberian protesa (pengganti
tubuh)
Protesa
adalah suatu alat bantu yang diberikan paa atlit yang cedara yang mengalami
kehilangan sebagian anggota geraknya. Fungsi dari alat ini adalah untuk
menggantikan bagian tubuh yang hilng akibat dari cedera tersebut.
Rangkuman
Ø
Tindakan yang perlu dilakukan
pada olahraga akut adalah RICE yaitu : Rest (istirahat), Ice (es),
Comprestion (penekanan) dan Evevation (Peninggian)
Ø
Penanganan pada cedera
olahraga lanjut tergantung pada problem yang ada dan antara lain berupa :
pemberian modalitas terapi latihan, pemberian alat bantu tubuh (ortes) dan
pemberian protesa (pengganti tubuh).
Ø
Rehabilitasi
medic
yang sering digunakan adalah : pelayanan spesialistik rehabilitasi medik,
pelayanan fisioterapi, pelayanan alat bantu (ortesa) dan pelayanan alat
pengganti tubuh (protesa)
|
KEGIATAN BELAJAR
5
BAB V PERTOLONGAN
PERTAMA PADA KECELAKAAN PPPK (P3K)
Pertolongan
Pertama Adalah Pertolongan Semantara Yang Diberikan Terhadap Seseorang Yang
Mengalami Sakit Atau Kecelakaan Sebelum Ditangani Oleh Tim Medis/ Dokter. Untuk
Itu Diperlukan Pengetahuan P3K Yang Dimiliki Setiap Orang Apabila Memerlukan
Pertolongan Secara Mendadak Dan Dapat Diberikan Secara Mendadak. (P3K)
Adalah bantuan
perawatan gawat darurat yang pertama diberikan kepada korban kecelakaan atai
cidera sebelum dokter datang atau dibawa kerumah sakit terdekat
Tujuan
dari P3K
1.
Menyelamatkan jiwa korban
2.
Mencegah agar cidera yang ada
tidak berubah
3.
Mempercepat penyembuhan
Hal-Hal
Pokok Yang Harus Diperhatikan Dalam
Melaksanakan P3K
- Penolong Jangan Panik
- Perhatikan Keadaan Umm Dari Korban
v Ada
Tidaknya Gangguan Pernafasan
v Ada
Tidaknya Gangguan Fungsi Jantung
v Ada
Tidaknya Tanda-Tanda Syok
v Ada
Tidaknya Gangguan Kesadaran
v Ada
Tidaknya Perdarahan
Ada
bebrapa hal yang perlu diperhatikan tindakan apa yang harus dilakukan, yaitu :
-
Panggilan dokter selekas mungkin,
kalau tidak ada segera bawa kerumah sakit.
-
Hentikan pendarahan
-
Cegah dan atasi shoch atau
gangguan keadaan umum yang lainya
-
Selamatkan pernafasannya
-
Cegajlah infeksi.
Secara
prinsip bahwa P3K
adalah penyelamatan jiwa seseorang dan kematian, juga mencegah kemungkinan
terjadinya cedera yang tidak membuat semakin parah pada penderita baik itu
perdarahan yang hebat, pernafasan yang berhenti, keracunan, dan
gangguan-gangguan umum misalnya: kelengar, shock, pingsan dan mati suri,
kemungkinan cedera patah tulang dari anggota tubuh maupun saja.
Dalam memberikan pertolongand,
seorang yang akan menolong tidak boleh dalam kondisi tengang dan bingung, namun
dengan ketenangan dalam setiap tindakan dan mendahulukan yang paling penting.
Membuat
pertolongan pertama adalah suatu hal yang paling sulit karena harus dilakukan
sungguh-sungguh dari si penolong karena memerlukan waktu, tenaga dan pikiran
bahwa ada kemungkinan harus mengeluarkan materi.
Jenis Ganguan Yang Membutuhkan
Tindakan P3K
1.
Pingsan adalah suatu keadaan
dimana kesadaran hilang sama sekali , dan Penyebabnya sinar matahari, ruangan
yang penuh sesak dll
a.
Posisi pasien harus tidur
terlentang
b.
Longgarkan baju, celana,,
kemudian sepatu di lepas
c.
Berikan minyak kayu putih
kemudian ciumkan di hidungnya
d.
Usahkan minyak kayu putih ke
bagian yang diperlukan
2.
Serangan Sesak Nafas/ Asma
penyebabnya allegri, infeksi virus,
cuaca dinggin, latihan berat, emosi, dll
1.
Istirhatkan dengan posisi duduk
tegak untuk mengurangi sesak nafas
2.
Beri obat asma
3.
Jangan tinggalkan atlet
4.
Panggilan ambulans jika:
bertambah sesak, tidak ada respon terhadap obat setelah 10-15 menit berhenti bernapas
atau berhenti jantung.
A.
Perdarahan
yang Hebat
Penanganan perdarahan haruslah
memerlukan perhatian dan konsentrasi, karena jangan sampai si penderita
kehilangan darah yang lebih banyak untuk itu penolong harus memperhatikan,
apakah perdarahan dari vena, atau arteri kalau dari arteri maka darah yang
keluas lebih deras, dengan demikian se penolong harus ekstra hati-hati.
Ada beberapa hal yang harus dikerjakan
bagi si penolongan, yaitu
1.
Angkatlah/ tinggikan posisi yang
luka dari jantung
-
Penekakan luka (tour niquen)
Teklanlah
pada luka yang mengeluarkan darah dengan kain yang halus, tebal, dan empuk.
Gambar 5.1 Tekanlah luka dengan kain tebal halus dan
empuk
-
Membalut
Setelah
ditekan dengan kain, maka lakukanlah pembalutan, agar pendarahan dapat segera
berhenti dan luka tidak sampai terinfeksi. Oleh sebab itu pembalut, gunting
harus yang strerit dan lukanya terlebih dahulu dibersikan dengan sabun atau
alcohol 70 %
Gambar 5.2 Balutlah tempat perdarahan
-
Janganlah mengganggu bekuan darah
yang terdapat pada luka-luka dimaksudkan supaya luka supaya menutup dan tidak
terluka kembali.
B.
Pernafasan
yang Berhenti
Penderita sebelum ditangani
terlebih dahulu dilihat masih
bernafaskan atau sudah berhenti, kalau sudah berhenti perlu dicari langkah
bagaimana supaya dapat bernafas lagi.
Pernafasan (respirasi) terdiri dari
gerakan, yaitu menarik/ memasukkan O2 keadaan paru-paru (inspirasi)
dan gerak mengeluaskan nafas (CO2) disebut ekspirasi.
Penderita yang berhenti nafasnya maka
pertama.
1.
Bukalah tempat/ lubang pernafasan
dari gagguan barang-barang asing, contoh, lendir, darah membeku dan sebagainya.
2.
Berikan nafas bantuan (resusitasu)
Resusitasi
adalah tindakan yang dilakukan pada seseorang dengan maksud untuk membuat atau
menimbulkan kembali pernafasan secara spontan dan teratur, agar jiwa seseorang
dapat diselamatkan.
Dalam
melakukan resusitasi ada tahapan yang harus diperhatikan :
a.
Panggilan dokter
b.
Bersikan saluran pernafasan
hidung, mulut dan copotlah manakala ada gigi palsunya
c.
Longgarkan pakaian yang menjepit
leher, dada, atau perut
d.
Lakukan cara pernafasan buatan
yang diketahui betul dan disesuaikan dengan kesdaan pendrita.
3.
Cara dan metode pernafasan
buatan\\
Pertolongan dengan pernafasan buatan hendaknya
disesuaikan dengan keadaan penderita, misalnya kalau penderita punggung yang
luka maka harus dengan telungkup, demikian pula sebaliknya secara prinsip
adalah paling baik adalah pemberian pertukaran udara, hal ini disebabkan selain
sudah dikerjakan juga tidak terlalu melelahkan.
Ada
beberapa cara/ metode pemberian
pernafasan buatan, yaitu :
a.
Cara Schafer
Cara
ini penderita dalam posisi terlungkup, mukanya menghadap kesamping, pipi rapat
di atas tanah/ lantai.
Posisi
penolong berlutut dengan menghadap ke punggung penderita. Kedua telapak tangan
ditempatkan di atas tulang rusuk sebelah bawah penderita dengan ibu jari berhempitan ± 3 cm jaraknya. Kedua lengan
lurus dan bongkokkanlah badan kedepan sehingga kedua lengan menekan menekan
secukupnya.
Hal
ini akan terjadi “Expirasi”
Tegakkanlah
badan seperti kedudukan semula, sehingga tekanan pada dinding rongga lenyap,
tapi tangan jangan dilepas dari punggung penderita.
Dengan
lenyapnya tekanan muka dinding rongga akan terjadi inspirasi secara pasif
Expirasi dan inspirasi dilakukan berulang sampai dua kali per menit cara ini
kurang begitu baik karena inspirasinya secara pasif.
Gambar 5.3 Resusitasi cara Schafer
Posisi
kaki penolong dapat berganti-ganti. Penolong memegang lengan bawah si penderita
dekat sikunya lalu angkatlah ke atas sampai ke belakang dan siku penderita
hingga menyentuh lantai, ini kan terjadi “inspirasi”, kemudian turunkanlah
kembali lengan penderita ke muka, kemudian dengan hati-hati tekanlah dada
penderita maka akan terjadi “expirasi”.
Lakukan
12 kali per menit, yang perlu diperhatikan saat menekan dada jangan terlalu
keras, dapat menyebabkan patah tulang rusuk.
b.
Cara mulut ke mulut
Penderita
dibaringkan terlentang, kepalanya ditekan kebelakang, dagunya ditarik sebanyak
mungkin ke atas penolong menarik nafas dalam-dalam, kemudian letakkan mulut
yang terbuka diatas mulut dan hidung penderita di pijet dengan telunjuk dan ibu
juri. Tiupkanlah udara perlahan-lahan sehingga dadanya membesar, dengan
demikian terjadi inspirasi dan lepaskanlah mulut dan hidung penderita akan
terjadi keluarnya udara yang ditiupkan secara perlahan-lahanlah terjadi namanya
expirasi.
c.
Cara-cara Holger Niesen
Pemberian
cara pernafasan buatan ini paling baik untuk dilakukan, penolng tidak cepat
lelah dan pertukaran udara baik. Expirasi maupun inspirasi dapat ibardilakukan
secara aktif dan mudah dipelajari.
Caranya
penderita dibaringkan dengan telungkup dengan kening dilettakkan di atas kedua
tangan yang saling berhimpitan, penolong berdiri diatas satu kaki dan satu
lutut didepan penderita. Perlulah penderita diantara kedua tulang belikat
secara perlahan untuk mengeluarkan lidah si penderita agar tidak menghalangi
pernafasannya. Letakkanlah kedua telapak tangan di atas tulang belikat
penderita dengan kedua ibu jari menghadap tulang punggung, lengan penolong
lurus dan tidak dibenkokkan. Penolong membengkokkan ke depan lengan tetap lurus
dan berat badan bagian atas ditekan perlahan-lahan dan sama rata pada punggung
penderita (terjadinya expirasi secara aktif) sedang gerakan inspirasinya, kedua
tangannya penderita diuruskandi sejajar dengan bahu, kemudian peganglah siku
penderita, badan penolong di gerakkan ke belakang untuk menarik lengan atas
penderita sampai terasa tahanan bahu penderita. Dengan demikian terjadilah
inspirasi secara aktif, hal ini lakukanlah 12 kali per menit.
Gambar
5.4 Gerakan Expirasi
Gambar
5.5 Gerakan inspirasi
C.
Gangguan
Keadaan Umum
Gangguan keadaan umum adalah menyangkut
mengenai alat-alat yang digunakan untuk hidup yaitu :
o
Susunan pernafasan (tidak teratur
pernafasan)
o
Susunan syaraf pusat (ditandai
dengan menurunya kesadaran)
o
System peredaran darah (ditandai
dengan tidak teraturnya bahkan tidak berdenyut sama sekali nadi/ jantumg)
1.
Kelengar
Kondisi
seseorang ini kesasaranya menurun, muka pusat, berkeringat dingin, nadi cepat
dan hamper tidak teraba. Kelengar dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa
menit, tapi dapat pula memburuk bahkan sampai meninggal.
a.
Penyebabnya yaitu pengambilan O2
kurang banyak, kemungkinan benyaknya orang berdesakan, terlalu capai,
kepanasan, emosi (terlalu sedih) takut, ngeri (melihat darah) dan sebagainya.
b.
Cara menolong :
1.
Bawahlah kedaerah yang teduh
segar banyak udara dan tidak dikerumuni orang.
2.
Baringkanlah diatas tanah,
bangku, tanpa alas kepala sejajar dengan badan, miringkanlah apabila mau muntah
3.
Brikan bau-bauan
Rangsanglah
dengan bau-bauan kepada penderita berupa : alkohol ammonia, minyak wangi,
bawang putih dan sebagainya.
4.
Boleh diberikan minum, manaklah
penderita sudah mampu meminum sendiri yaitu dengan minuman, hangat-hangat paki
gula.
2.
Shock
Shock
adalah suatu gangguan, dimana pembuluh darah kurang terisi sehingga pengaliran
darah mengalami gangguan sehingga kesadaran munurun , tak bergerak namun
gelisah, muka pucat, bibir kering dan selalu haus.
Penderita
lemah mengantuk, keringat dingin, nadi cepat dan sukar dirasakan.
a.
Penyebab :
Perdarahan,
cairan tubuh banyak keluar karena hilang bersama muntah dan diarrhea, pada luka
bakar yang luas, keadaan alergi, sakit yang hebat.
b.
Cara menolong
1.
Mintalah pertolongan dokter dan
penderita segera di bawah kerumah sakit.
2.
Bawalah penderita ke tempat yang
segar udaranya, dijauhkan dari tempat kecelakaan.
3.
Perdarahan yang ada dihentikan
dengan jalan membalutnya. Cegah terjadinya infeksi pada luka-luka yang ada.
4.
Longgarkan pakaian yang menjepit
leher, dad dan perut agar pernafasan tak terganggu.
5.
Selimuti penderita agar tidak
kedinginan, sebaliknya dijaga agar jangan berkeringat, jadi selimutnya jangan
terlalu tebal.
6.
Bila
penderita masih sadar dan menginginkannya berilah minum air the hangat bergula
atau susu. Jangan diberi alkohol.
Gambar 5.6 Perawatan Otak
Schok
3.
Pingsan
Pingsan
adalah gangguan yang lebih berat dari kelengar.
Kesadarn
menurun. Berbeda dengan kelengar, pada keadaan pingsan penderita tidak member
reaksi menghindari bila dirangsang dengan rangsang sakit. Pada kelengar masih
ada reflex menghindari rangsang sakit dan bila dipanggul masih memberi jawaban
walaupun tidak jelas. Pada orang pingsan tidak memberi jawaban sama sekali.
Biasanya tak bergerak tapi dapat pula gelisah. Pernafasan dapat teratur maupun
tidak. Nadi biasanya cepat dan sukat
untuk meraba. Dapat pula lambat dan tak teratur.
a.
Penyebab :
*
Darah kekurangan oksigen yang
disebabkan karena pernafasan terhalang misalnya : tercekik, saluran nafas
tersumbat, tenggelam tertimbun, atau karena udara pernafasan kurang mengandung
oksigen, misalnya bekurung dalam ruang tetutup dan tidak berventilasi.
*
Kerusakan jaringan otak misalnya
: karena pukulan yang mengenai kepala, karena tabrakan (gegar otak), karena
infeksi pada otak dan sebagainya.
*
Keracunan dapat memulai makanan/
minuman ataupun memulai pernafasan.
*
Tertekan arus listrik
*
Penyakit-penyakit misalnya : ayan
(epilepsi), penyakit ginjal yang berat, kencing manis (dabetes melitus)
b.
Cara menolong :
Pertolongan
sama dengan pada kelngar hanya harus disesuaikan dengan faktor penyebabnya.
Harus
diusahakan agar penderita segera mendpatkan pertolongan dokter.
4.
Mati suri
Mati
suri adalah dimana penderita tidak sadar, pergerakan nafas dan denyut jantug
berhenti atau tak dapat dirasakan, tapi kaku mayat dan lebam mayat tidak
terdapat.
a.
Penyebab pingsan sama dengan yang
lainnya, Karena mati suri inipun merupakan tingkat lanjutan d ri gangguan
keadaan umum yang lainnya yang lebih ringan.
Bila
dalam keadaan mati suri ni penderita masih belum mendapatkan pertolongan, ia
akan meinggal.
b.
Cara menolong
Yang
terpenting adalah :
*
Perbaikan pernafasan dengan jalan
melakukan “pernafasan buatan” (resusitasi)
*
Perbaikan peredaran darah dengan
jalan “mengurut jantung” (masase jantung).
Sebaiknya sebaiknya pernafasan
buatan dan masase jantung dilakukan bersamaan. Usaha pertolongan ini dilakukan
sampai penderita bernafas teratur dan denyut natangadi teraba dipergelangan
tangan atau sampai penderita meninggal yang sedapat-dapatnya ditentukan oleh
dokter.
Dalam memberikan pertolongannya
perlu keuletan dan usaha yang sungguh-sungguh, karena seringkali baru
menunjukkan ada hasinya setelah dilakukan beberapa jam.
Tanda-tanda mati perlu diketahui
karena selama tanda-tanda ini belum nampak, maka usaha pernafasan buatan masih
harus terus dilakukan.
Tanda-tanda mati yang pasti
adalah :
*
Kaki mayat (rigor mortl. Mula-ta
meninggis)
Kaku
mayat timbul 2 – 4 jam setelah penderita meninggal. Mula-mula pada otot rahang
dan otot-otot kuduk ke otot-otot anggota gerak dan otot yang lainnya. Lengkap
selama 12 jam.
*
Lebam mayat (livoris mortis)
Terjadi
3 – 4 jam setelah penderita meninggal. Berupa bercak-cercak biru ungu yang
terdapat pada bagian terendah dari mayat. Bila telungkup terdapat pada bagian
punggung dan betis, bila telungkup terdapat pada bagian muka, perut dan bagian tubuh
sebelah muka yang lainnya.
Rangkuman
Ø
Pertolongan pertama pada kecelakaan adalah
pertolongan sementara yang diberikan terhadap seseorang yang mengalami
sakit atau kecelakaan sebelum di tangani oleh tim medis/ dokter.
Ø
Perdarahan yang hebat perlu diperhatiakan
terutama dari man aperdarahan itu : dari vena atau arteri dan perlu dilakukan.
*
Meninggikan posisi luka
*
Penekanan luka (tourniquet)
*
Membalut
*
Janan gagu darah yang sudah beku pada luka.
Ø
Pernafasan yang berhenti perlu diberikan
penyelamatan terhadap jiwanya dengan jalan :
*
Dibuka tempat/ lubang pernafasan
*
Diberikan nafas buatan (resusitasi)
*
Pengetrapan metode nafas buatan
-
Cara Schafer
-
Cara Eva
-
Cara Silvester
-
Cara dari mulut ke mulut
-
Cara Holger-Niesen
Ø
Keracunan segera diatasi dengan memperhatikan :
*
Gejalanya keracunan
*
Mengadakan pertolongan
*
Mengeluarkan racun dari lambung
*
Berikan penyerap racun dengan norit dan bakaran
roti hangus.
*
Mengirim penderita ke rumah sakit.
Ø
Shock suatu gangguhakelenggarn, dimana pembuluh
darah kurang terisi, sehingga alira darah mengalami gangguan
Ø
Kelengar : kesadaran seseorang yang menurun,
muka pucat, berkeringat dingin, disebabkan pengambilan O2 kurang banyak dan
kecapaian terlalu berat, kepanasan, dan emosi (terlalu sedih).
Ø
Pingsan : kesadaran menurun tanpa memberikan
reaksi, namun punya gelisah,
pternafasan dapat teratur maupun tidak teratur.
Ø
Mati suri : adalah gangguan dimana penderita
tidak sadar, namun pergerakkan nafasnya dan denyut jantng/ nadi berhenti/
tak dirasakan (tapi kaku mayat dan lebam mayat tidak terdapat).
|
DAFTAR
PUSTAKA
Alman, JR. FL,
1984. Rhabilitation Following Athletic Injuries. In : O’Donoghue, DH,
(ed):
Treatment of Injuries tu Athletic Philadelphia, W.B.
Saounders Co.
Andun
Sudijandoko, 1995, Pola Rehabilitasi Atlet Yang Cedera, IKOR. UNAIR, Surabaya.
Bayu Santoso,
1994. Cedera olahraga Konggres Nasional III. Perdosri, Surabaya.
Brukner Peter,
1993. Clinical Sports Medicine, Sydney, Australia.
Djoko Roshadi,
1995. Aspek Orthopaedi Pada Usia Lanjut. Bedah Orthopaedi,
Unair.Surabaya
Entjang
Indah, 1991. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Fatchur Racham,
1992. Modalitas Terapi Fisik Pada Penatalaksanaan Nyeri, Unit
Rehabilitasi
Medic RSUD. Dr. Soetomo/ FK. Unair Surabaya.
Hairy junusul,
1999.
Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan. Depdikbud Dir Digutentis, Jakarta.
Krismanto, 1994.
Cedera
Olahraga Dan Pertolongan Pertama, Symposium Cedera Olahraga,
Pedosri,
Surabaya.
Strauss, RH,
1979. Sport Medicine And Physiology.
Philadelphia Saundres.
Sukrna I.P.
1994. Penyebab Cedera Olahraga. Lab. UPF Ilmu Bedah FK. Unair
Surabaya.
Soelarto R,
1994. Peranan rehabilitasi dalam kedokteran olahraga. FKUI, Jakarta.
Thamrinsyam,
1994. Pandangan Umum Cedera Olahraga, Simposium Sport Medicine,
Surabaya.
No comments:
Post a Comment